Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Tarif Royalti Minerba Naik, MIND ID: Keekonomian Hilirisasi Tergerus

MIND ID menyebut rencana kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara dapat berimbas pada operasional hingga upaya penghiliran perusahaan tambang.
Proses penambangan Nikel PT Vale Indonesia Tbk. di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023)/Bisnis-Paulus Tandi Bone
Proses penambangan Nikel PT Vale Indonesia Tbk. di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023)/Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Holding BUMN Pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID menyebut rencana kenaikan tarif royalti pertambangan mineral dan batu bara dapat berimbas pada operasional hingga upaya penghiliran perusahaan tambang. 

Senior Vice President Division Head of Indonesia Mining and Minerals Research Institute (IMMRI) MIND ID Ratih Dewihandajani mengatakan, kenaikan tarif royalti minerba dapat memukul investasi sektor hilirisasi. 

"Ada dampak juga kepada kewajiban yang bersifat investasi hilirisasi itu. Jadi menggerus keekonomian daripada kewajiban kita sebagai mandat MIND ID dari pemerintah untuk hilirisasi," jelas Ratih, Senin (17/3/2025). 

Dia juga menerangkan bahwa sebagai holding pertambangan yang menjadi induk dari berbagai industri terintegrasi, rencana tersebut akan sangat menggerus profit perusahaan.

Pasalnya, kenaikan tarif royalti akan meningkatkan beban operasional rutin yang pada akhirnya disebut berisiko pada besaran pendapatan negara. Padahal, selama ini royalti sektor tambang sangat berkontribusi terhadap negara. 

"Kami merupakan bagian dari pemerintah. Namun, kami menyuarakan sebagai IMA [Indonesian Mining Association] member, terutama yang terintegrasi dari hulu ke hilir, dampak royaltinya sangat signifikan," terangnya. 

Senada, Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia mengatakan, pemerintah perlu menunda pengesahan peraturan pemerintah (PP) tentang kenaikan tarif royalti pertambangan minerba. Pihaknya meminta pemerintah kembali berdiskusi dengan berbagai stakeholder terdampak. 

"Tentu, ditundanya rencana finalisasi peraturan pemerintahnya. Kami meminta waktu untuk bisa membahas lagi sama pemerintah supaya lebih komprehensif," kata Hendra kepada wartawan. 

Menurut dia, terdapat beberapa hal yang harus dikaji ulang, yakni terkait dengan besaran tarif royalti minerba yang dinilai sudah tidak lagi kompetitif, bahkan lebih tinggi dibandingkan negara lain. 

"Kita sudah tinggi sekali [royalti] untuk beberapa komoditas dibandingkan negara-negara lain, sementara kita tadi ngomong kompetisi juga, kita bukan penguasa tunggal nih," tuturnya. 

Lebih lanjut, pemerintah juga perlu melihat berbagai kewajiban yang telah dibebankan kepada industri selama ini, sementara industri pertambangan terus memberikan penerimaan negara yang besar dalam 2 tahun terakhir. 

Untuk diketahui, penerimaan negara dari sektor minerba pada 2023 sebesar Rp172,96 triliun atau melebihi target Rp146,07 triliun. Sementara itu, pada 2024, realisasi penerimaan negara dari sektor ini mencapai Rp136,79 triliun atau lebih tinggi dari target Rp113,54 triliun. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper