Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jepang dan China Gelar Dialog Ekonomi di Tengah Ancaman Tarif AS

Jepang dan China menggelar dialog ekonomi dalam upaya menurunkan ketegangan di tengah meningkatnya tekanan tarif dari Amerika Serikat.
Bendera China berkibar dengan latar belakang gedung bertingkat yang ada di Hongkong, China. Bloomberg/ Paul Yeung
Bendera China berkibar dengan latar belakang gedung bertingkat yang ada di Hongkong, China. Bloomberg/ Paul Yeung

Bisnis.com, JAKARTA - Jepang dan China menggelar dialog ekonomi pertama mereka dalam enam tahun pada Sabtu (22/3/2025), dalam upaya menurunkan ketegangan di tengah meningkatnya tekanan tarif dari Amerika Serikat.

Melansir Reuters, Minggu (23/3), Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya menggambarkan diskusi sebagai pertemuan yang intens dan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan, namun tetap membuahkan hasil yang konstruktif.

Iwaya menegaskan bahwa dampak tarif AS terhadap perekonomian bukan fokus utama pembahasan kedua negara.

“Jepang dan Korea Selatan berkomitmen untuk terus berkoordinasi dan menjalin komunikasi dengan AS terkait kebijakan perdagangan,” jelas Iwaya.

Dialog ini berlangsung menjelang pengumuman tarif baru oleh Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025 di tengah upaya Jepang yang sebelumnya gagal melobi pengecualian dari kebijakan tersebut.

China tetap menjadi mitra dagang terbesar Jepang, tetapi hubungan kedua negara sering diwarnai ketegangan, termasuk sengketa Kepulauan Senkaku (atau Diaoyu dalam versi China) serta larangan Beijing terhadap impor makanan laut Jepang akibat pelepasan air limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima.

Iwaya mengonfirmasi bahwa isu Senkaku dan perdagangan produk perikanan serta pertanian, termasuk daging sapi Jepang, turut dibahas dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi.

Sebelum dialog, Kementerian Luar Negeri Jepang menekankan bahwa tarif AS tidak akan menjadi agenda utama, meskipun Jepang siap menanggapi jika China mengangkat isu tersebut. Namun, kesepakatan untuk merespons tarif AS secara kolektif dinilai tidak mungkin terjadi.

Di sisi lain, survei menunjukkan bahwa perusahaan Jepang semakin pesimistis terhadap prospek bisnis di China akibat ketegangan geopolitik, persaingan ketat dengan perusahaan lokal, serta hubungan bilateral yang kian rapuh. Namun, pasar China yang luas dan strategis tetap menjadi faktor penting bagi Jepang.

"Perusahaan besar Jepang masih meraup keuntungan dari China, sehingga Jepang tidak memiliki pilihan selain terus menjalankan bisnis di sana," kata Ketua Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang Norihiko Ishiguro.

Sementara itu, China berupaya memperkuat hubungan dengan mitra dagang utamanya untuk menghadapi tekanan tarif dari AS. Wang Yi menegaskan bahwa China mendukung perdagangan multilateral dan globalisasi yang lebih inklusif.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-Yul turut hadir dalam pertemuan trilateral bersama Iwaya dan Wang. Ketiga negara membahas langkah-langkah kerja sama lebih lanjut serta peluang menggelar pertemuan tingkat tinggi guna menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan meningkatnya ketegangan politik dunia.

"Kami sepakat bahwa di tengah situasi internasional yang semakin kompleks dan pemulihan ekonomi global yang lemah, China, Jepang, dan Korea Selatan memiliki kebutuhan serta tanggung jawab untuk memperkuat komunikasi, meningkatkan kepercayaan, dan memperdalam kerja sama," kata Wang Yi dalam pernyataan setelah pertemuan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper