Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan akademisi menilai kebijakan insentif Pajak Penghasilan atau PPh 21 bagi sejumlah golongan pekerja industri padat karya perlu diperluas cakupannya untuk industri.
Untuk diketahui, insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 10/2025 dengan tujuan untuk meringankan beban pekerja di sektor padat karya seperti tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan kulit.
Pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan kebijakan yang berlaku pada Januari 2025 itu merupakan langkah tepat yang diterapkan di tengah badai PHK yang melanda.
“Intinya pengurangan yang meringankan beban kelas pekerja. Ini kan rata-rata mereka ini kategorinya gajinya UMR. Menurut saya itu ide yang sangat brilian,” kata Achmad, dikutip Senin (24/3/2025).
Menurut dia, dengan mengurangi beban pajak, daya beli pekerja di sektor padat karya dapat meningkat sehingga pada akhirnya berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.
Tidak hanya itu, Achmad menjelaskan bahwa kebijakan insentif PPh 21 tidak hanya mengurangi beban pekerja, tetapi juga membantu pengusaha. Hal ini terutama berpengaruh pada perusahaan yang selama ini menanggung pembayaran PPh 21 karyawannya.
Baca Juga
“Dengan berkurangnya kewajiban membayar PPh 21, perusahaan memiliki peluang lebih besar untuk menambah tenaga kerja,” imbuhnya.
Senada, Ekonom Universitas Indonesia, Vid Adrison menyebutkan bahwa keringanan pajak dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang berdampak positif terhadap perputaran ekonomi di skala nasional maupun lokal.
“Dengan adanya keringanan pajak, orang akan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan,” tuturnya.
Vid juga menekankan pentingnya kebijakan insentif pajak yang inklusif. Dia pun menyarankan agar kebijakan pembebasan PPh 21 berlaku untuk pekerja di berbagai sektor yang berada di bawah batas penghasilan tertentu.
“Selama mereka berada dalam sistem perpajakan atau memiliki NPWP, dan penghasilannya di bawah batas tertentu, mereka akan mendapatkan keringanan," jelasnya.
Vid menilai kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap penurunan aktivitas di sektor-sektor padat karya.
Selain itu, Vid mengingatkan bahwa memperluas kebijakan insentif PPh 21 ke sektor lain memang bukan langkah yang sederhana, namun sangat diharapkan dapat berlanjut.
Namun, jangkauan dari kebijakan insentif PPh 21 ini juga dapat diperluas ke lebih banyak industri padat karya yang telah memberikan kontribusi besar bagi negara, seperti industri makanan dan minuman yang menyerap 4,3% dari total tenaga kerja di Indonesia, serta industri tembakau yang mampu menyerap sekitar 6 juta pekerja dari hulu hingga hilir.
“Dengan perluasan ini, diharapkan lebih banyak sektor yang dapat merasakan manfaat kebijakan ini, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pekerja secara lebih merata,” pungkasnya.