Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor CPO RI Bisa Terimbas Tarif Trump, Ekonom Desak Kemendag Rampungkan IEU-CEPA

Penyelesaian perundingan perjanjian perdagangan Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) mendesak dilakukan seiring penerapan tarif impor tinggi dari AS.
Kumpulan buah sawit yang telah lepas dari tandan sebelum dikirim ke pabrik kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Kumpulan buah sawit yang telah lepas dari tandan sebelum dikirim ke pabrik kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mendesak agar pemerintah segera merampungkan perundingan perdagangan Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) imbas dari adanya kebijakan tarif impor resiprokal sebesar 32% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

Pasalnya, komoditas ekspor unggulan Indonesia ke AS, seperti minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya dapat terdampak. 

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menuturkan bahwa AS merupakan negara tujuan ekspor CPO kelima terpenting, meski dari sisi nilai bukanlah yang terbesar. 

Menurutnya, penurunan ekspor ke AS perlu dialihkan ke negara yang selama ini menjadi tujuan penting seperti China, India, Pakistan, dan Bangladesh. Bahkan, dia juga menyebut, pemerintah perlu memperluas pasar hingga ke Uni Eropa dan merampungkan perjanjian IEU—CEPA.

“Selain tentunya mencoba membuka pasar baru di Afrika dan memperluas pasar di EU [Uni Eropa]. Dalam konteks ini IEU—CEPA perlu segera dituntaskan,” kata Samirin kepada Bisnis, Senin (7/4/2025).

Apalagi, Samirin menjelaskan bahwa CPO akan paling terdampak. Sebab, negara seperti Malaysia yang juga penghasil CPO mendapatkan tarif resiprokal yang lebih rendah dari Indonesia.

“Malaysia terkena TRT [Trump Reciprocal Tariff] 24%, sementara Indonesia mencapai 32%. [Perbedaan tarif] 8% adalah selisih harga yang sangat signifikan,” ungkapnya.

Selain CPO, dia menyebut produk seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu, alat listrik, dan furnitur juga akan terdampak imbas kebijakan tarif Trump.

“Saat ini, sektor tersebut sudah terseok, dikhawatirkan akan semakin sulit setelah TRT diimplementasikan,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam catatan Bisnis, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan perundingan perdagangan IEU-CEPA ditargetkan rampung pada semester I/2025.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengakui bahwa perundingan ini molor dari jadwal yang ditargetkan pada akhir 2024 dan menjadi kuartal I/2025.

Kala itu, Budi menyebut ada beberapa beberapa teknis yang masih dirundingkan. Meski  begitu, dia menyebut, Kemendag akan kembali bertemu dengan pihak Uni Eropa membahas perundingan ini dalam waktu dekat. 

“Mudah-mudahan semester I selesai ya, karena IEU-CEPA ini penting. Banyak yang kita akses yang bisa masuk ke sana. Salah satunya tekstil, tekstil pakaian jadi, alas kaki, dan produk pertanian itu bisa masuk ke sana. Ini sebenarnya salah satu cara bagaimana kita mempunyai pasar baru,” kata Budi saat ditemui di Sarinah, Jakarta, Kamis (5/3/2025).

Terlebih, kata Budi, persaingan perdagangan di dunia semakin ketat. Ditambah, dia menyebut, kondisi saat ini membuat setiap negara sulit masuk dan menambah perjanjian dagang.

Menurutnya, dengan bertambahnya perjanjian perdagangan, termasuk dengan Uni Eropa, maka akan menimbulkan simbiosis mutualisme.

“Masuk ke negara-negara lain juga susah, banyak persaingan, tapi kita ada kesempatan untuk masuk ke Uni Eropa, dan Uni Eropa juga punya akses ke sini nanti dari perjanjian itu sehingga kita ada perjanjian yang saling menguntungkan. Tidak merugikan satu sama lain, tapi menguntungkan satu sama lain,” jelasnya.

Lebih lanjut, Mendag Budi menuturkan bahwa perjanjian IEU—CEPA bukan merupakan suatu hal yang mudah. Salah satunya lantaran persoalan waktu.

“Artinya, untuk kesepakatan waktunya. Terus sekarang ini sudah mulai terjadwal, sudah rutin. Jadi harapan kita memang semester I [2025] selesai,” tuturnya.

Kemudian, sambung dia, diharapkan hal yang menjadi masalah secara teknis segera diselesaikan. “Dan ini progresnya sudah mulai bagus. Kita sudah koordinasi dengan kementerian/lembaga dan mudah-mudahan cepat selesai,” tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper