Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap formula yang digunakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam menetapkan pengenaan tarif timbal balik atau resiprokal pada sejumlah negara mitra dagang.
Untuk diketahui, Indonesia sendiri terdampak pengenaan tarif resiprokal yang ditetapkan pemerintah AS sebesar 32%.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan penerapan tarif resiprokal itu didasarkan pada besaran defisit ataupun surplus yang disumbangkan oleh mitra dagang AS.
“Kenapa resiprokal tarif itu besarannya beda-beda? Jadi tergantung dari besaran nilai defisit atau pun surplus [mitra dagang AS] nanti dibagi dengan nilai ekspor ke AS,” kata Djatmiko dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).
Djatmiko mengatakan, kalkulasi pengenaan tarif resiprokal yang ditetapkan AS ke Indonesia sebesar 32% berasal dari defisit neraca dagang AS terhadap Indonesia sebesar US$18 miliar dibagi dengan total ekspor ke AS sebesar US$28,1 miliar.
Dengan demikian, muncul besaran tarif resiprokal di angka 63,7%. Dalam penetapannya, pemerintah AS memberikan potongan sebesar 50% dari total tarif resiprokal sehingga Indonesia diganjar tarif timbal balik sebesar 32%.
Baca Juga
“Sebagai gambaran angkanya dari mana yang 32% itu? Nah ini gambarannya, jadi ekspor kita US$28,1 miliar, kemudian defisitnya berarti US$18 miliar, impor dari AS US$10,2 miliar sehingga resiprokalnya adalah 63,7 dipotong separuh menjadi 32%,” tegasnya.
Djatmiko menekankan, pemerintah juga menemukan pola serupa pada penerapan tarif resiprokal yang diputuskan AS kepada sejumlah negara. Mulai dari Thailand yang dikenakan tarif resiprokal sebesar 36%, Korea Selatan sebesar 25% dan India sebesar 26%.
Namun demikian, implementasi tarif Trump yang semula dijadwalkan bakal dilakukan pada 9 Juli 2025 masih ditunda hingga 90 hari ke depan.
Adapun, saat ini pemerintah Indonesia tengah melakukan negosiasi tarif resiprokal dengan AS. Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa pemerintah AS memberikan respons yang positif terhadap usulan-usulan Indonesia tersebut sehingga dalam 60 hari ke depan, AS menyatakan kesediaannya untuk menindaklanjuti pembahasan di tingkat teknis guna mencapai solusi yang konstruktif dan saling menguntungkan bagi kedua negara.
Pada kesempatan yang sama, Menko Perekonomian juga mengungkap sejumlah hal yang diusulkan oleh Indonesia dalam negosiasi dengan para pejabat AS, seperti yang sudah tercantum dalam surat resmi bahwa Indonesia akan meningkatkan pembelian energi dari Amerika Serikat, antara lain LPE, crude oil, dan gasoline.
“Indonesia juga berencana untuk memberi produk agrikultur, antara lain gandum, soybean, soybean milk, dan Indonesia juga akan meningkatkan pembelian barang-barang modal dari Amerika. Kemudian, Indonesia juga memfasilitasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang selama ini beroperasi di Indonesia, dan tentunya ada hal-hal yang terkait dengan perizinan dan insentif yang diberikan,” jelasnya.