Dengan hengkangnya LG, Dilo mengungkapkan bahwa pihaknya akan mencari mitra investor baru. Dia menyebut, ada inisiatif untuk menawarkan investasi baterai kepada perusahaan AS.
Hal tersebut sebagai bagian dari paket negosiasi dalam merespons kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Pasalnya, Indonesia diganjar tarif impor resiprokal sebesar 32% oleh Trump lantaran menjadi salah satu penyumbang defisit perdagangan dengan AS.
"Proyek Titan ini kan enggak jadi. Nah, sekarang salah satunya itu yang kita tawarin, sebagai bagian daripada advokasi regulasinya kita negosiasi sama Amerika, kalau mereka mau," ungkap Dilo.
Sementara itu, PT Aneka Pertambangan Tbk. atau Antam memastikan pengembangan hilirisasi nikel bakal terus berjalan meski LG Energy Solution memutuskan hengkang.
Corporate Secretary Antam Faisal Alkadrie menjelaskan, proyek pengembangan baterai EV di Indonesia melibatkan multi-stakeholder, termasuk Antam sebagai penyedia bahan baku nikel.
"Hingga saat ini, Antam tetap berkomitmen pada rencana strategis pengembangan hilirisasi nikel, termasuk kolaborasi dengan mitra potensial lainnya," kata Faisal kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).
Dia pun menegaskan Indonesia masih menjadi tujuan investasi baterai listrik. Hal ini tak lepas dari kekayaan nikel yang dimiliki.
Faisal mencontohkan proyek baterai listrik lain di RI masih tetap berjalan. Salah satunya dengan Contemporary Amperex Technology Co Ltd. (CATL) lewat anak usahanya Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co., Ltd. atau CBL.
"Indonesia tetap menjadi tujuan utama investasi baterai listrik karena kekayaan nikel dan dukungan kebijakan. Beberapa investor lain seperti CBL masih aktif menggarap proyek serupa," tutur Faisal.
Dia pun belum bisa menyampaikan siapa pengganti LG dalam Proyek Titan. Pihaknya pun masih terus memantau perkembangan.
"Kami akan terus memantau perkembangan dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait," ujarnya.
Baca Juga
Nasib Hilirisasi
Sementara itu, hengkangnya LG dari proyek baterai nikel di RI bakal berimbas pada rencana hilirisasi. Ketua Badan Kejuruan Teknik Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (BK Tambang PII) Rizal Kasli mengatakan, langkah LG itu juga memunculkan tantangan bagi Indonesia untuk mencari investor baru yang lebih kompetitif.
"Mundurnya Konsorsium LG ini setidaknya akan berpengaruh kepada proyek hilirisasi di Indonesia, baik karena mundurnya waktu yang diperlukan untuk mencari investor baru serta kemungkinan kompetisi dengan negara lain yang lebih menguntungkan investor," kata Rizal kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).
Menurut Rizal, tidak menutup kemungkinan LG akan memindahkan tujuan investasinya ke negara lain yang lebih kompetitif, kemudahan berinvestasi, dan jaminan berusaha yang lebih pasti.
Oleh karena itu, Rizal menilai pemerintah perlu lebih cermat dalam mengambil keputusan dalam pemanfaatan sumber daya alam, terutama minyak dan gas bumi (migas) serta batu bara dalam negeri yang dapat digunakan untuk ketahanan energi nasional dan kebangkitan industrialisasi.
"Gunakan energi murah agar industri nasional dapat bersaing secara global," imbuh Rizal.
Rizal juga menyoroti tantangan utama investasi di Indonesia, yakni birokrasi pemerintah yang belum efisien. Imbasnya, dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk pengurusan perizinan dalam berinvestasi dan biaya yang tidak pasti.
Rizal menyebut, integrasi perizinan cepat dan efisien yang dijanjikan oleh pemerintah pusat belum dapat diwujudkan. Karena itu, kementerian dan lembaga berjalan dengan caranya masing-masing.
Apalagi di daerah, banyak hal yang masih perlu dikoordinasikan dengan pemerintah pusat. Walhasil, perizinan akan memakan waktu yang lama.
"Belum lagi masalah pengadaan tanah dan masalah sosial lainnya seperti gangguan dari ormas [organisasi masyarakat] yang dapat mengganggu lancarnya investasi," kata Rizal.