Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan investasi dari China, Contemporary Amperex Technology Co Ltd. (CATL), pada proyek rantai pasok baterai di RI tetap lanjut. Meskipun, terdapat penyesuaian atas nilai investasi dan kapasitas produksi.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Nurul Ichwan mengatakan, penanaman modal dari raksasa baterai China tersebut mengalami penurunan rencana kapasitas produksi dan dalam proses perhitungan ulang.
“Nah, informasinya hitungannya ini menjanjikan juga, jadi kemungkinan besar proyek ini akan tetap berlangsung,” kata Nurul saat ditemui di Nusantara Room BKPM, Rabu (23/4/2025).
Dia menerangkan, penyesuaian tersebut dilakukan berdasarkan arahan dari pemerintah China kepada CATL. Pasalnya, investasi tersebut merupakan outward direct investment (ODI).
Dalam hal ini, pemerintah China disebut telah mengevaluasi atas proyek investasi baterai yang diusulkan tersebut untuk tetap direalisasikan.
“Berdasarkan perkembangan yang terjadi, melihat bahwa demand dari mobil listrik juga sedang tidak seperti yang diharapkan, maka akan sangat masuk akal mencoba menganalisa lagi kapasitas global,” tuturnya.
Baca Juga
Pada perhitungan tersebut, ditemukan bahwa permintaan baterai listrik yang ada saat ini belum sampai pada kebutuhan kapasitas yang direncanakan di awal. Dalam perjanjian awal, CATL berkomitmen untuk berinvestasi membangun kapasitas produksi pabrik sel baterai sebesar 15 gigawatt hour (GWh) per tahun.
Adapun, nilai investasi awal itu mencapai sekitar US$1,18 miliar atau setara Rp19,13 triliun (asumsi kurs Rp16.213 per dolar AS). Namun, dalam penanaman modal langsung luar negeri (ODI) terbaru yang disetujui pemerintah China, nilai investasi itu turun lebih dari setengahnya.
“Karena yang tadinya di level tertentu diturunkan menjadi setengahnya, ini yang kemudian kan harus dihitung ulang kembali nah kemarin itu fase untuk menghitung ulang kembali, berdasarkan itu maka kemudian bagaimana hitungan-hitungannya berapa buyback periodenya, kemudian berapa keuntungannya dan segala macam,” jelasnya.
Dengan penurunan rencana kapasitas produksi, alhasil nilai investasi yang digelontorkan pun mengalami penyesuaian karena kebutuhan bahan baku, mesin, hingga lahan berkurang.
“Berkurangnya ini kemudian dihadapkan pada skala ekonominya hitungannya bagaimana? Karena nanti akan punya perhitungan berapa tahun dia bisa balik modal, berapa keuntungan yang bisa dia dapatkan dan seterusnya dan seterusnya sampai nanti catch up pada jumlah yang tertentu bahkan ada tambahan investasi lagi untuk meningkatkan kapasitasnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan komitmen investasi CATL berkurang hingga separuh rencana awal.
"Dari ODI approval yang kami peroleh dari mereka [CATL] saat ini baru setengahnya. Jadi sekitar 6,9 GW atau US$417 juta [setara Rp6,75 triliun]," kata Toto dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR, Senin (17/2/2025).
Oleh karena itu, Toto mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan negosiasi dengan CATL. Negosiasi dilakukan untuk mencari solusi terkait perbedaan jumlah investasi tersebut.
Selain itu, Toto juga mengatakan, kesepakatan investasi dengan CATL itu sejatinya harus sudah rampung pada 28 Februari 2025 mendatang. Namun, hingga saat ini, pihaknya masih menunggu dokumen-dokumen yang harus dilengkapi CATL.
"Supaya kita mendapatkan kepastian terhadap investasi dan juga salah satu hal yang kami minta adalah kepastian off-take agreement dari mereka," imbuh Toto.