Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump Bikin Industri Padat Karya Menjerit, Pemerintah Godok Insentif

Pemerintah tengah menyiapkan skema insentif untuk industri padat karya seiring dengan adanya ancaman tarif resiprokal dari kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Ancaman tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) membawa posisi industri padat karya RI semakin terjepit. Pemerintah pun mengaku sedang mengodok insentif baru, demi mengantisipasi agar sektor riil tak makin lesu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menjelaskan kebijakan Presiden AS Donald Trump itu akan memberikan dampak nyata buat geliat industri padat karya nasional dari sisi pelemahan permintaan ekspor maupun domestik. 

Terlebih, sektor seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), furnitur, hingga produk olahan daging dan ikan, betul-betul mengandalkan pasar AS sebagai tujuan ekspor utama.

"Jadi kebanyakan yang kena adalah industri padat karya, dan memang yang saat ini terbilang sedang susah karena mengalami pelemahan daya saing," ujarnya dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (7/5/2025).

Sebagai contoh, produk pakaian dan aksesori pakaian rajutan mengapalkan sampai 61% dari total ekspornya buat pasar Negeri Paman Sam. Begitu juga dengan produk furnitur, lampu, dan lain-lain (59%); olahan daging, ikan, krustasea, dan mollusca (56%); barang-barang dari kulit (56%), tercatat mengirim lebih dari separuh porsi ekspornya buat AS.

Di samping itu, produk lain yang mengandalkan porsi ekspor ke pasar AS secara signifikan, antara lain pakaian dan aksesori pakaian bukan rajutan (49%); mainan, permainan, dan perlengkapan olahraga (45%); alas kaki (33%); produk dari bahan anyaman (33%); karet dan barang dari karet (30%); serta barang dari batu, semen, asbes, dan mika, dll (30%).

Berikutnya, di samping potensi penurunan permintaan ekspor, melemahnya permintaan domestik juga menjadi ancaman. Terlebih, karena pasar lokal dibanjiri produk impor dari negara-negara kompetitor.

"Pemerintah harus melindungi industri dalam negeri. Jangan sampai justru Indonesia menjadi tempat buangan produk-produk negara kompetitor yang tak bisa lagi ke AS, karena mereka melihat pasar di sini sangat besar," ungkapnya.

Dampak-dampak itu pun belum ditambah peningkatan beban produksi akibat volatilitas nilai tukar, turunnya minat investasi dan ekspansi bisnis sektor padat karya, hingga pelemahan ekonomi akibat minimnya penyerapan tenaga kerja.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengungkap bahwa pemerintah tengah berupaya menjawab berbagai tantangan tarif Trump tersebut lewat guyuran insentif, demi mendukung dunia usaha menjadi semakin kompetitif.

"Kemarin, baru saja kami evaluasi skema insentif untuk industri padat karya kita. Mulai dari TPT, furnitur, alas kaki, dan sebagainya, dari skema insentif fiskal yang sebelumnya kita berikan," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Sebagai pengingat, beberapa insentif tersebut, antara lain pajak penghasilan (PPh 21) ditanggung pemerintah, subsidi kredit modal kerja untuk revitalisasi mesin industri, juga bantuan iuran jaminan kecelakaan kerja di BPJS Ketenagakerjaan.

"Ada empat sampai lima jenis insentif fiskal yang kita dedikasikan untuk industri padat karya, kemarin kita evaluasi kembali dan kita gulirkan di kuartal II/2025," tambahnya.

Pelaku Industri Waswas

Sisi lain, pelaku industri RI kompak ketar-ketir dengan kondisi ketidakpastian global terkini, terutama mereka yang terdampak langsung oleh potensi pelemahan ekspor ke AS, maupun efek tak langsung dari fenomena perang dagang AS-China.

Mewakili sektor TPT, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menekankan kepastian hukum dari pemerintah merupakan kunci, terutama dalam rangka membendung impor ilegal.

"Pasar TPT domestik Indonesia sangat besar, sehingga penguatan market buat industri dalam negeri sangat penting. Kepastian sangat ditunggu dunia usaha. Terlebih, negara lain produsen TPT dan pakaian jadi pun akan terus membidik market domestik Indonesia," ungkapnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper