Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan-perusahaan di Singapura membanjiri Amerika Serikat dengan ekspor dari negara pulau itu memanfaatkan kebijakan penundaan tarif tinggi selama 90 hari oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Hal ini diungkapkan Wakil Perdana Menteri Singapura, Gan Kim Yong, dalam jumpa pers pada Jumat (12/5/2025).
Gan menyatakan bahwa meskipun prospek perdagangan global tetap mengkhawatirkan, beberapa perusahaan Singapura justru melihat peluang dalam jeda tarif tersebut. "Beberapa perusahaan benar-benar memanfaatkan peluang ini," ujar Gan tanpa merinci lebih lanjut dikutip dari Bloomberg, Jumat (16/5/2025)..
Data resmi yang dirilis pada hari ini menunjukkan ekspor utama Singapura naik 12,4% secara tahunan pada bulan April, mencatatkan pertumbuhan tercepat dalam 9 bulan terakhir. Namun, Gan memperingatkan bahwa peningkatan ekspor saat ini kemungkinan akan diikuti oleh perlambatan ekspor dan produksi beberapa waktu ke depan seiring ketersediaan barang di negara tujuan ekspor.
Baca Juga
Langkah Presiden Trump pada awal April untuk memberlakukan tarif baru yang tinggi pada impor, tetapi kemudian menunda penerapan kebijakan tersebut setelah pasar saham global mengalami penurunan tajam, menjadi latar belakang kondisi ini. Singapura, bersama sebagian besar mitra dagang utama AS, masih dikenakan bea masuk dasar sebesar 10%.
Meskipun memanfaatkan jeda tarif, Singapura tetap merasakan dampak ketidakpastian perdagangan global. Pemerintah negara tersebut bulan lalu menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 0–2% dari sebelumnya 1–3%, dengan para pejabat memperingatkan bahwa risiko resesi tidak dapat diabaikan.