Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha mengingatkan pemerintah untuk memberikan kepastian keberlanjutan kontrak minyak dan gas bumi (migas). Hal ini seiring dengan Chevron yang digadang-gadang kembali berinvestasi di Indonesia.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, pemerintah harus belajar dari masa lalu terkait kepastian perpanjangan kontrak migas.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan kepastian agar kontrak migas bisa diperpanjang oleh investor setelah 20 tahun, jika lapangan produktif. Artinya, jika kontrak pertama habis, pemerintah jangan langsung mengambil alih lapangan bersangkutan.
Moshe menilai hal ini dapat menarik bagi investor kelas kakap untuk masuk berinvestasi di Tanah Air. Selain itu, para investor juga akan 'betah' karena mendapat kepastian untuk keberlanjutan proyek.
"Investor kelas kakap ini kan mainnya jangka panjang, dia juga berharap, bahkan ketika dapat kontrak setelah 20 tahun diperpanjang. Jadi harus ada kepastian," ujar Moshe kepada Bisnis, Senin (19/5/2025).
Dia pun mencontohkan, ketidakpastian perpanjangan kontrak itu membuat Chevron melambatkan produksi di Blok Rokan pada akhir 2021 lalu. Menurutnya, beberapa tahun sebelum kontrak berakhir, Chevron belum dapat kepastian perpanjangan.
Oleh karena itu, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu pun tidak melakukan produksi secara maksimal maupun investasi.
"Beberapa tahun sebelum perpanjangan, Chevron melihat enggak ada kepastian diperpanjang. Jadi mereka mengerem diri tidak investasi jor-joran, itu kan sayang," kata Moshe.
Lebih lanjut, Moshe menilai jika perusahaan sekelas Chevron kembali masuk ke RI, iklim investasi di dalam negeri akan membaik. Pasalnya, hal itu akan memantik perusahaan migas lain untuk turut menanam modal di Indonesia.
"Investor lain pun akan melihat Indonesia 'oh Chevron saja masuk kembali, berarti ada sesuatu menarik di Indonesia'. Ini kan jadi hal positif," jelasnya.
Moshe pun mengingatkan pemerintah harus memacu investasi di hulu migas sejak saat ini. Pasalnya, permintaan migas global diproyeksi menurun mulai 2029.
Hal ini seiring dengan pesatnya transisi energi yang dilakukan China. Maklum, Negeri Tirai Bambu merupakan salah satu pembeli migas dunia. Dengan kata lain, jika permintaan migas dari China turun, produsen bakal mengerem produksi.
"Begitu juga investor akan melihat, mereka lagi gencar [investasi] di [energi] fosil, karena belum mencapai peak [penurunan konsumsi migas]. Jadi mereka memanfaatkan sebesar-besarnya produksi sekarang sebelum peak. Sebab, pas [permintaan] mau menurun, investasi juga kan menurun," ucap Moshe.
Terpisah, Kepala Divisi Prospektivitas Migas dan Manajemen Data Wilayah Kerja SKK Migas Asnidar mengatakan, pihaknya sempat mendengar tentang ketertarikan awal Chevron terhadap beberapa area prospektif di RI. Namun, kata dia, semuanya masih dalam tahap penjajakan dan diskusi awal.
"Jadi belum ada keputusan final atau pengumuman resmi terkait lapangan mana yang akan menjadi fokus atau waktu pasti mereka [Chevron] untuk masuk kembali," ujar Asnidar.
Resep Agar Raksasa Migas Chevron Cs Betah Investasi Hulu Migas di RI
Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menilai kepastian kelanjutan kontrak migas menjadi salah satu kunci untuk menarik investor migas kakap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
