Bisnis.com, PEKANBARU — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah menunda pengenaan tarif pajak ekspor (PE) terhadap minyak sawit mentah (CPO) di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Permintaan tersebut dinilai penting oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) karena sawit berperan menjadi salah satu komoditas utama dalam perputaran ekonomi Indonesia.
Direktur Penyaluran Dana BPDP Mohammad Alfansyah menyoroti pentingnya menjaga stabilitas industri sawit sebagai sektor strategis nasional.
“Industri kelapa sawit telah menjadi penopang utama ekonomi nasional, terutama dalam menghadapi tekanan global. BPDP akan terus mendorong penguatan daya saing dan keberlanjutan industri ini, baik dari sisi hulu maupun hilir,” ungkapnya Rabu (28/5/2025).
Menurutnya keberlanjutan industri sawit tak hanya soal ekspor, tetapi juga soal kontribusinya dalam penyediaan energi terbarukan, seperti biodiesel, serta program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang menyasar peningkatan produktivitas petani kecil.
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono menegaskan, industri sawit nasional saat ini menghadapi tekanan berat, terlebih dengan memanasnya konflik geopolitik antara India dan Pakistan — dua negara yang menjadi pasar utama ekspor sawit Indonesia.
Baca Juga
“Kami berharap pemerintah bisa menunda pengenaan PE, karena situasi global sangat dinamis dan mempengaruhi ekspor. Perang antara India dan Pakistan menambah beban bagi pelaku usaha. Kalau pasar ekspor terganggu, maka dampaknya bisa sangat serius bagi industri dalam negeri,” katanya pada Forum Andalas V dengan tema tema “Hambatan, Tantangan, dan Sinergi dalam Pengelolaan Industri Kelapa Sawit Indonesia yang Berkelanjutan”.
Eddy menekankan, meski banyak sektor industri mengalami penurunan bahkan gelombang PHK dalam dua tahun terakhir, industri sawit masih menunjukkan ketahanan luar biasa.
“Kita harus jaga momentum ini. Industri sawit bukan hanya tulang punggung devisa negara, tapi juga penopang kehidupan jutaan petani dan pekerja,” jelasnya.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto menerangkan bahwa situasi global perlu direspons untuk mengurangi dampak negatif bagi Indonesia, terutama para pelaku industri.
“Kebijakan Amerika Serikat, konflik India-Pakistan, hingga kampanye negatif Eropa harus disikapi secara kolektif," jelasnya.