Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Perhotelan Berjuang Sendiri di Tengah Tekanan Efisiensi Anggaran Pemerintah

Pelaku usaha perhotelan berjuang mencari pengganti pangsa pasar yang 'ditinggal' pemerintah karena efisiensi anggaran, yang tidak mudah dalam kondisi saat ini.
Pengunjung menikmati suasana senja di salah satu hotel di Jakarta. / Bisnis-Arief Hermawan P
Pengunjung menikmati suasana senja di salah satu hotel di Jakarta. / Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Industri perhotelan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pelaku industri perhotelan pun berjuang sendiri mencari pengganti pangsa pasar baru yang selama ini didominasi permintaan pemerintah.

Adapun, Presiden Prabowo Subianto sudah menginstruksikan penghematan anggaran sejak awal 2025. Belakangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan efisiensi anggaran itu akan berlanjut pada 2026.

Terbaru melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33/2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026, Sri Mulyani menghapus uang saku harian untuk kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor sehingga akan mengurangi permintaan pemerintah ke sektor perhotelan hingga restoran.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meyakini bahwa kebijakan pemerintah itu akan berdampak luas ke perekonomian, tidak hanya ke sektor perhotelan atau restoran semata.

Hariyadi menjelaskan bahwa selama ini pemerintah berkontribusi sekitar 40% pangsa pasar industri perhotelan. Bahkan, sambungnya, di sejumlah daerah seperti Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan bisa mencapai 70%.

Oleh sebab itu, dia menggarisbawahi akan muncul berbagai permasalahan apabila permintaan pemerintah ke industri perhotelan berkurang drastis.

"Masalah mulai dari, pasti PHK terjadi. Lalu pembayaran kepada bank, kalau mereka ada utang kepada bank, pasti juga akan bermasalah, pasti mereka minta restructuring dan sebagainya" jelas Hariyadi kepada Bisnis, dikutip Kamis (5/6/2025).

Tidak hanya ke internal industri perhotelan, dia meyakini persoalan akan merembet menjadi permasalahan perekonomian yang lebih luas. Hariyadi menegaskan jika pemasukan industri perhotelan berkurang maka pajak daerah ikut anjlok.

Selain itu, vendor-vendor yang selama ini bekerja sama dengan industri perhotelan akan turut terdampak seperti UMKM, pertanian, dan sebagainya.

"Tentunya pemerintah yang punya uang, suka-suka dia lah gitu kan, dia mau motong, mau apa kan, tapi implikasi ini yang perlu dipahami gitu lho," ujar Hariyadi.

Berjuang Sendiri

Kini, pelaku usaha perhotelan harus mencari pengganti pangsa pasar yang ditinggal pemerintah. Masalahnya, Hariyadi menekankan bahwa pencarian pasar baru untuk industri perhotelan tidak mudah terutama di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi.

Dia mencontohkan bahwa di domestik, daya beli masyarakat sedang menurun. Otomatis, industri lain juga mengurangi pengeluarannya.

Dengan demikian, harapan tinggal di wisatawan mancanegara. Menurut Hariyadi, wisawatawan mancanegara setidaknya bisa menutupi sebagian pangsa pasar pemerintah yang hilang.

"Tetapi ada lagi masalahnya, datangin wisata mancanegara ini juga perlu effort [usaha]. Semua negara itu pemerintahnya turun ikut kampanyekan. Di Asean itu kan kita lihat pemerintah Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina serius gitu untuk mendatangkan wisman. Nah kita boro-boro gitu, kan, anggaran enggak ada lah, koordinasi enggak ada," ucapnya.

Dia mencontohkan kebijakan pemerintah Thailand yang sudah membebaskan visa untuk lebih dari 80 negara sehingga bisa menstimulus wisatawan mancanegara. Hariyadi tidak melihat upaya serupa di Indonesia karena visa masih dianggap sebagai salah satu pemasukan negara.

Oleh sebab itu, pelaku industri perhotelan hanya bisa berjuang sendiri. Hariyadi mengungkap industri perhotelan mencoba menggandeng kekuatan industri lain.

Misalnya melalui Gabungan Industri Pariwisata Indonesia, industri perhotelan melakukan kerja sama dengan industri penerbangan dengan promosi bundling tiket pesawat dan hotel hingga paket tur. Tidak sampai situ, mereka akan mengadakan event lokal untuk menarik wisatawan.

"Kita gotong-royong sendiri deh gitu," ungkap Hariyadi.

Rapat di Hotel Berkurang karena Efisiensi Anggaran

Sebelumnya, Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Lisbon Sirait memastikan bahwa kementerian/lembaga (K/L) akan mengurangi rapat di hotel pada tahun depan, setelah adanya penghapusan uang saku harian untuk kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor mulai 2026.

Lisbon menjelaskan bahwa selama ini ada biaya pemberian uang saku atau uang harian untuk kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor.

Biaya tersebut dibagi tiga berdasarkan lama rapat/pertemuannya, yaitu paket paling singkat 5 jam tanpa menginap (halfday), paket paling singkat 8 jam tanpa menginap (fullday), dan sehari penuh dan menginap (fullboard).

Pada 2025, Lisbon mengungkapkan Kemenkeu sudah menghapus uang saku biaya rapat di luar kantor untuk paket halfday. Kini untuk 2026, Kemenkeu kembali menghapus uang saku biaya rapat di luar kantor untuk paket fullday sehingga pemberian uang saku hanya untuk paket fullboard.

"Rapat-rapat di hotel akan berkurang karena anggarannya berkurang," ujar Lisbon dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Senin (2/6/2025).

Sebagai perbandingan, pada tahun ini Kemenkeu menetapkan standar biaya uang saku rapat di luar kantor untuk paket fullday sebesar Rp95.000 per orang per hari dan paket fullboard sebesar Rp130.000 per orang per hari.

Sementara untuk tahun depan, Kemenkeu menerapkan standar biaya uang saku rapat di luar kantor hanya untuk paket fullboard sebesar Rp130.000 per orang per hari—sedangkan uang saku untuk paket fullday sudah dihapus.

Lisbon pun menegaskan bahwa K/L tidak mesti melaksanakan tugas-tugasnya di luar kantor. K/L, sambungnya, bisa mengoptimalkan perkembangan teknologi seperti aplikasi Zoom Meeting untuk mengadakan rapat daring (online).

Lisbon meyakini optimalisasi teknologi bisa mengurangi beban biaya belanja barang K/L tanpa mengorbankan hasil (output) dari kegiatan.

"Sudah banyak kegiatan-kegiatan yang selama ini biasanya di hotel kita laksanakan di kantor tetapi output-nya tetap tercapai," jelasnya.

Dia tidak menampik bahwa belakangan terjadi penurunan aktivitas di hotel karena kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Kendati demikian, Lisbon mengklaim industri perhotelan akan kembali bangkit melalui insentif ekonomi yang akan diterapkan pemerintah.

"Pemerintah saat ini melakukan efisiensi terhadap aktivitas itu memang punya dampak terhadap perhotelan atau kegiatan-kegiatan lain yang terkait, tapi pemerintah punya kebijakan lain untuk mendorong atau mengurangi dampak itu," katanya.

Pemerintah Bisa Apa?

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty mewanti-wanti agar pemerintah melakukan kajian secara mendalam sebelum memutuskan untuk melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran pada tahun depan.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi melakukan penghematan sejak awal 2025. Belakangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan efisiensi anggaran itu akan berlanjut pada 2026.

Telisa pun menggarisbawahi pentingnya melihat dampak efisiensi anggaran yang sudah berjalan terlebih dahulu. Oleh sebab itu, kebijakan penghematan tahun depan bisa lebih tepat sasaran dan tidak sporadis.

"Tanpa perencanaan yang jelas maka efisiensi ini malah akan menurunkan pertumbuhan ekonomi," ujar Telisa kepada Bisnis, Selasa (3/5/2025).

Dia mencontohkan belakangan pelaku usaha industri perhotelan banyak mengeluh permintaan dari pemerintah berkurang drastis. Akibatnya, okupansi anjlok dan meningkatkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri perhotelan.

Oleh sebab itu, jika pemerintah terpaksa ingin mengurangi rapat di hotel maka Telisa menyarankan agar pemerintah menggenjot promosi pariwisata ke wisatawan mancanegara.

Menurut mantan asisten Staf Khusus Sekretariat Kabinet Bidang Ekonomi itu, pemerintah bisa melakukan kerja sama dengan pihak swasta dengan mengadakan berbagai acara yang bisa menarik wisatawan mancanegara agar industri perhotelan bisa bangkit kembali.

"Diharapkan wisatawan luar negeri bisa menggantikan turunnya dari permintaan dari pemerintah," jelas Telisa.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro tidak menampik bahwa efisiensi anggaran seperti penghapusan uang saku rapat di luar kantor dan pengurangan rapat di hotel bisa berdampak negatif ke sektor terkait seperti industri perhotelan, katering, dan penyewaan ruang acara.

Hanya saja, Deni mengaku bahwa ada tiga kebijakan yang dirancang untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Pertama, mengalihkan anggaran hasil efisiensi tersebut ke program produktif.

"Belanja negara diarahkan ke sektor-sektor yang berdampak langsung terhadap perekonomian, termasuk sektor pariwisata dan UMKM. Misalnya, melalui peningkatan dukungan pembiayaan ultra mikro dan KUR, serta insentif untuk sektor-sektor padat karya," kata Deni kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (5/6/2025).

Kedua, penguatan event dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) melalui Kementerian Pariwisata dan lembaga lain. Deni mengaku pemerimaan telah mendorong penyelenggaraan kegiatan nasional hingga internasional yang bisa menghidupkan sektor MICE dengan lebih selektif dan terukur.

Ketiga, diskon tiket transportasi dan tarif tol pada periode libur sekolah. Deni menjelaskan kebijakan itu bertujuan untuk turut menstimulasi aktivitas pariwisata yang akan berdampak pada tingkat okupansi hotel, termasuk kinerja sektor akomodasi makan dan minum.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper