Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alarm Permintaan Batu Bara dari China, Pengusaha Ancang-ancang Efisiensi

Pengusaha batu bara ancang-ancang melakukan efisiensi imbas harga anjlok dan lesunya permintaan dari China.
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita

Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha batu bara ancang-ancang melakukan efisiensi imbas harga anjlok dan lesunya permintaan dari China.

China berpotensi memangkas impor batu bara kalori rendah dari Indonesia. Hal ini tak lepas dari kondisi kelebihan pasokan dan upaya pemerintah Negeri Tirai Bambu itu menekan emisi karbon.

Adapun, impor batu bara RI ke China turun secara tahunan (yoy) dalam 3 bulan berturut-turut. Bea Cukai China mencatat impor batu bara dari Indonesia mencapai 14,28 juta ton pada April 2025. Volume impor itu merosot 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Analis Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China Li Xuegang menilai penurunan impor itu bakal makin parah pada sisa 2025 ini.

"Pengendalian emisi yang lebih ketat dari pemerintah akan memangkas permintaan untuk jenis batu bara yang pemanasannya rendah dan kualitasnya buruk," kata Li dikutip dari Bloomberg, Kamis (12/6/2025).

Sementara itu, China Huadian Corp., salah satu pembangkit listrik terbesar di negara itu, memperkirakan total impor batu bara kalori rendah akan turun menjadi sekitar 400 juta ton tahun ini. Padahal, pada tahun sebelumnya, impor batu bara kalori rendah itu berada di level 543 juta ton.

Menurut Wakil Direktur Produksi China Huadian Corp Zhang Aipei, batu bara dengan mutu yang lebih murni dan berkalori tinggi seharusnya cukup untuk mengisi kesenjangan pasokan musiman atau regional.

Tercatat, produksi batu bara dalam negeri China mencapai 4,7 miliar ton pada tahun lalu. Ini merupakan sumber pasokan utama Negeri Tirai Bambu untuk pembangkit listrik.

Antisipasi Pengusaha Batu Bara Indonesia

Direktur Eksekutif Indonesia Coal Mining Association (ICMA) Hendra Sinadia mengamini permintaan batu bara, khususnya kalori rendah atau termal ke China melemah.

"Iya, impor batu bara termal Tiongkok tahun ini diprediksi akan menurun karena inventory [cadangan] China cukup tinggi," kata Hendra kepada Bisnis, Kamis (12/6/2025).

Dia juga menyebut, produksi batu bara China mencatat rekor tertinggi pada 2024 lalu. Oleh karena itu, Hendra menyebut, para pengusaha mulai melakukan efisiensi untuk menjaga arus kas di tengah kondisi tersebut.

Apalagi, biaya operasional perusahaan batu bara saat ini dinilai cukup tinggi.

"Sejauh ini perusahaan-perusahaan emiten fokus untuk memaksimalkan produksi sesuai dengan RKAB [rencana kerja dan anggaran biaya] dan melakukan efisiensi untuk menjaga arus kas/profit margin karena harga turun dan biaya operasional meningkat," tutur Hendra.

Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) belum memiliki rencana untuk melakukan revisi target produksi dan penjualan tahun 2025 di tengah kondisi pasar yang lesu.

Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail mengatakan, PTBA masih menargetkan produksi batu bara sebesar 50 juta ton dan penjualan batu bara 50 juta ton.

“Terhadap tekanan yang datang, kami lakukan diversifikasi supaya produksi dan penjualan kami tetap dengan rencana kerja dan anggaran biaya [RKAB],” ucap Arsal pada konferensi pers PTBA di Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Arsal mengamini bahwa kondisi pasar batu bara cukup menantang ke depan. Selain harga batu bara yang tengah dalam tren penurunan, dinamika perang dagang juga menjadi tantangan. 

Menurutnya, apabila perang dagang memengaruhi China, maka pertumbuhan ekonomi dapat mengalami penurunan dan berdampak ke sektor batu bara. 

Di tengah ancaman pelemahan permintaan batu bara dari China, PTBA menyiasatinya dengan melakukan perluasan pasar ekspor ke Vietnam, Thailand, Korea, dan Jepang.

“Jadi kami diversifikasi agar produk yang kami hasilkan bisa terjual,” kata Arsal. 

Adapun, sampai kuartal I/2025, penjualan ekspor PTBA mencapai 5,09 juta ton atau naik 34% secara tahunan, sedangkan penjualan domestik sebesar 5,19 juta ton. 

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai mengawasi dinamika ekspor batu bara ke China tersebut.

Sekretaris Ditjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Siti Sumilah Rita Susilawati menuturkan, ekspor batu bara merupakan urusan business-to-business (B2B) yang berada di luar intervensi pemerintah.

Namun, pemerintah bakal tetap melakukan pengawasan terkait dinamika masar batu bara itu. Siti juga menyebut pihaknya terbuka untuk berdiskusi mengenai kebijakan harga batu bara acuan (HBA) yang kini menjadi patokan transaksi ekspor.

"Pemerintah terus memantau dinamika pasar dan terbuka untuk berdiskusi dengan pelaku usaha terkait evaluasi HBA agar tetap kompetitif," kata Siti.

Agar tidak tergantung pada satu negara, kata dia, pemerintah juga mendorong diversifikasi pasar ekspor batu bara melalui kerja sama bilateral, promosi dagang, dan penyediaan data pasar global. (Annisa Kurniasari Saumi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper