Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjelasan BPS Vs Ekonom Soal Rilis Pertumbuhan Ekonomi RI 5,12%

BPS mengklaim data pertumbuhan ekonomi RI 5,12% Q2/2025 valid, meski ekonom Indef meragukannya, mengingat indikator ekonomi menunjukkan pelemahan.
Siluet pegawai dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Siluet pegawai dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti memastikan kualitas data pendukung yang digunakan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12% secara tahunan atau year-on-year (yoy).

Saat dimintai tanggapan mengenai hal tersebut usai melaksanakan rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8/2025), Amalia menyebut data-data yang dihimpun dan disajikan BPS mengenai perekonomian tiga bulan kedua tahun ini sudah mengikuti standar dunia.

"Kan ada standar internasional," ujar Amalia secara singkat kepada wartawan.

Amalia lalu menegaskan bahwa data-data pendukung yang digunakan untuk menentukan pertumbuhan PDN itu sudah dipastikan kualitas sumber dan metodologinya. Saat ditanya terkait dengan keraguan sejumlah ekonom atas data tersebut, Amalia menegaskan bahwa keseluruhan data sudah bagus.

"Data-data pendukungnya udah oke. Udah semua. Pendukungnya sudah mantap lah itu," tegas perempuan yang juga mantan Deputi Kementerian PPN/Bappenas itu.

Ekonom Mempertanyakan

Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12% yoy itu melebihi ekspektasi pasar yang tercermin dari setidaknya konsensus 30 analisis yang dihimpun Bloomberg sebelumnya.

Nilai median perkiraan pertumbuhan PDB pada tiga bulan kedua 2025 itu hanya 4,8%, dengan pertumbuhan tertinggi mencapai 5% yoy oleh dua orang analis.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) tetap mempertanyakan data yang disampaikan oleh BPS itu.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho mengatakan bakal tetap mempertanyakan data-data yang disampaikan oleh BPS mengenai pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua 2025 itu.

"Kita tetap mempertanyakan kepada BPS apakah data-data ini valid dan mencerminkan kondisi di lapangan," ujarnya pada diskusi yang diselenggarakan secara daring, Rabu (6/8/2025).

Ekonomi RI Melemah?

Senada, Ekonom Senior Indef, M. Fadhil Hasan juga masih mempertanyakan data itu karena indikator utama perekonomian RI justru menunjukkan pelemahan.

Misalnya, penjualan motor dan mobil, PMI manufaktur dalam fase kontraksi di bawah 50, konsumsi rumah tangga turun, serta investasi.

Padahal, investasi atau PMTB dilaporkan BPS tumbuh 6,99% yoy pada kuartal II/2025 atau tertinggi sejak kuartal II/2021. Investasi dan konsumsi rumah tangga menjadi dua motor terbesar pertumbuhan kuartal II/2025.

Fadhil lalu merujuk pada data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, yang menunjukkan turunnya perolehan penanaman modal asing atau PMA (foreign direct investment/FDI).

"FDI asing, ini keterangan dari Pak Rosan sendiri [Menteri Investasi] menyatakan bahwa turun Rp202,2 triliun dari periode tahun lalu triwulan II/2024 Rp217,3 triliun," kata Fadhil pada acara yang sama.

Kemudian terdapat indikator lain seperti pertumbuhan kredit yang disebut memiliki korelasi tinggi dengan situasi perekonomian.

Selanjutnya, ada peningkatan PHK selama semester I/2025, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang turun, serta pesimisme terhadap penghasilan masyarakat.

Lalu, ada net capital outflow di pasar keuangan Indonesia serta turunnya penerimaan pajak, khususnya PPN dan PPnBM. Pajak, kata Fadhil, seharusnya seiring dengan pertumbuhan ekonomi.

"Jadi saya kira ini sesuatu yang juga menyebabkan atau mendorong seharusnya pemerintah itu lebih transparan lagi lebih terbuka lagi, lebih akuntabel lagi dalam hal pendataan tentang pertumbuhan ekonomi tersebut," ujarnya.

Fadhil menyebut ekonomi kuartal II/2025 sebelumnya diperkirakan tumbuh di bawah 5% yoy, atau seperti halnya konsensus 30 analis yang dihimpun Bloomberg sebelumnya. Analis-analis tersebut mengestimasi nilai median pertumbuhan hanya 4,8% yoy.

"Tapi karena pengumuman pemerintah merupakan sesuatu yang official, yang menjadi rujukan resmi, ya kita mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan dan komunikasi lebih lanjut. Dan mendorong pemerintah agar melihat secara lebih mendasar lagi mungkin dari sisi metodologinya," ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro