Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NERACA PERDAGANGAN: Kemenkeu Pesimistis Surplus Meski Harga BBM Naik

BISNIS.COM, JAKARTA—Pemerintah pesimistis terciptanya surplus neraca perdagangan dalam jangka pendek meskipun terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

BISNIS.COM, JAKARTA—Pemerintah pesimistis terciptanya surplus neraca perdagangan dalam jangka pendek meskipun terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi hanya mampu mengendalikan sisi permintaan minyak saja. Di sisi lain, lanjutnya, terus menurunnya lifting minyak menyebabkan perbaikan neraca perdagangan dari sisi ekspor belum bisa memberikan titik terang menuju surplus.

“Tahun depan belum tentu bisa surplus [neraca perdagangan] karena kenaikan [harga] BBM memang bisa mengurangi tekanan kebutuhan impor minyak. Tetapi itu baru bicara permintaan, belum bicara pasokan. Bagaimana kalau lifting-nya tidak naik-naik,” ujarnya di Kemenko, Selasa (4/6/2013).

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan ekspor minyak, baik mentah maupun olahan, sepanjang Januari sampai April 2013 sebesar US$4,5 miliar, menurun 24,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$5,99 miliar.

Penurunan kinerja ekspor minyak tersebut memang sejalan dengan adanya tren penurunan realisasi lifting minyak yang terjadi sejak 2010. Realisasi lifting minyak pada 2010 tercatat sebanyak 954.000 barel/hari. Realisasi tersebut terus menurun hingga pada 2012 hanya tercatat sebanyak 860.000 barel/hari.

Dalam APBN 2013, pemerintah menargetkan lifting minyak sebanyak 900.000 barel/hari. Namun dalam usulan RAPBN-P 2013, pemerintah merevisi turun target liftingminyak menjadi 840.000 barel/hari. Usulan revisi target tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan realisasi lifting di 2012.

Berbanding terbalik dengan kinerja ekspor dan lifting minyak, kenaikan permintaan BBM bisa tercermin dari naiknya impor minyak, baik mentah maupun olahan.

Berdasarkan data BPS, impor minyak sepanjang Januari-April 2013 sebesar US$14 miliar atau naik 5,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$13,3 miliar.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan defisit neraca perdagangan yang selama ini terjadi terutama disebabkan oleh besarnya tekanan di defisit neraca perdagangan migas.

“Neraca perdagangan defisit terutama karena tekanan di migas, masih kelihatan di situ,” katanya. Namun, dia meyakini ke depannya neraca perdagangan dalam negeri akan mengalami perbaikan seiring membaiknya harga komoditas yang diperkirakan terjadi di kuartal III dan IV/2013.

Defisit neraca perdagangan sepanjang Januari-April 2013 tercatat sebesar US$1,87 miliar. Defisit neraca perdagangan pada April 2013 yang sebesar US$1,62 miliar merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2012.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hedwi Prihatmoko
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper