Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Tarif Ojol Ternyata Tak Terelakkan, Kok Bisa?

Kenaikan tarif ojek online (ojol) dinilai sebagai kondisi yang tak terhindarkan di tengah kenaikan harga BBM dan pangan.
Sejumlah pengemudi layanan ojek daring berunjuk rasa di depan kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka menuntut adanya payung hukum, legalitas profesi ojek daring, perubahan potongan komisi pendapatan mitra dan revisi perjanjian kemitraan, serta menolak keras kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)./Antara
Sejumlah pengemudi layanan ojek daring berunjuk rasa di depan kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka menuntut adanya payung hukum, legalitas profesi ojek daring, perubahan potongan komisi pendapatan mitra dan revisi perjanjian kemitraan, serta menolak keras kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan kenaikan tarif ojek online (ojol) dinilai sebagai kondisi yang tak terhindarkan. Karena itu, keputusan Kementerian Perhubungan untuk menaikkan tarif ojol dinilai sudah sewajarnya dilakukan.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah melihat kenaikan tarif yang dilakukan oleh Kemenhub melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.677/2022 sudah tepat, yaitu berkisar 6-13 persen. Kenaikan tersebut menurutnya sudah sesuai dengan kondisi ekonomi nasional dibandingkan dengan sebelumnya.

Dia menjabarkan pada Agustus lalu, pemerintah sempat dua kali membatalkan rencana kenaikan tarif ojol. Kala itu, dia menilai kenaikan tarif terlalu tinggi. Jika kenaikan harga terlalu tinggi, justru akan berdampak negatif bagi pengemudi karena masyarakat akan meninggalkan ojol.

"Kalau untuk kenaikan tarif yang sudah direvisi saat ini, saya kira sudah oke karena tidak terlalu tinggi di tengah kenaikan harga yang lain dan memang tidak bisa dielakkan lagi,”ujar Piter, Rabu (14/9/2022)

Keputusan ini, sambungnya, memang tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak. Tetapi, penyesuaian tarif dalam rentang 6-13 persen, menurutnya sudah cukup sesuai, khususnya untuk para mitra driver.

Kenaikan tarif ojol dalam kisaran tersebut juga dinilai tepat untuk mengendalikan laju inflasi. Seperti diketahui, Agustus lalu, laju inflasi berada di angka 4,69 persen. Ketika inflasi naik, efek dominonya sangat luas. Terutama harga bahan bakar minyak (BBM) dan bahan kebutuhan pokok juga sudah mengalami kenaikan terlebih dahulu.

Sejak awal, dia pun sudah mengkritisi agar penaikan harga BBM tidak dilakukan saat ini karena dampaknya akan merambat ke sektor lain. Penaikan harga ini efeknya juga akan berkelanjutan. Apalagi ditambah dengan kenaikan harga-harga yang lain, termasuk tarif ojol. Jadi turunnya harga beli masyarakat saat ini lebih disebabkan kenaikan harga secara umum.

Namun dalam KM No.677/2022, ada hal yang menurut Piter harus perhatikan, yaitu penurunan biaya sewa aplikasi dari 20 persen menjadi 15 persen. Penurunan biaya sewa aplikasi itu, kata dia, perlu dilihat lagi sejauh mana dampaknya bagi pelayanan aplikator. Tidak hanya untuk layanan ojol, tapi juga layanan lainnya seperti pesan antar makanan dan juga barang.

“Memang ini cukup menguntungkan buat mitra driver. Di satu sisi tarifnya naik, sementara di sisi lain biaya sewa aplikasi mereka turun. Tentu ini bagus bagi mitra driver, tetapi cukup berbahaya bagi keberlangsungan industrinya,” terang Piter.

Adanya penurunan ini, imbuhnya, dikhawatirkan akan berdampak tidak baik bagi aplikator. Terutama dalam melakukan program-program promosi maupun inovasi keamanan yang menjamin keamanan data aplikasi untuk konsumen maupun untuk mitra pengemudi. Pengembangan teknologi dan program-program promosi merupakan dua contoh komponen yang ditopang oleh keberadaan biaya sewa aplikasi yang juga menopang pertumbuhan industri ini.

Selain itu, Piter juga menekankan kondisi saat ini dimana aplikator juga masih dalam keadaan merugi alias belum memperoleh keuntungan. Sehingga akan membuat beban aplikator menjadi lebih tinggi.

“Sampai sekarang kan aplikator masih belum untung untuk mendorong penggunaan ojol ini. Kalau diturunkan biaya sewa aplikasinya makin berat bagi mereka. Apalagi di tengah situasi saat ini di mana investor sudah mulai menuntut aplikator untuk mendapatkan keuntungan,” jelas Piter.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper