Bisnis.com, JAKARTA - Meski kondisi makroekonomi dalam keadaan stabil jika dibandingkan dengan ekonomi global, pasar properti Indonesia dapat terpengaruh oleh melemahnya kinerja real estat secara global.
Laporan Colliers menunjukkan, kenaikan suku bunga oleh bank sentral telah memicu kinerja pasar properti Asia, Amerika, hingga Eropa. Hal ini tercermin dari tingginya biaya kredit, pendapatan operasional yang rendah, dan penurunan nilai properti karena kapitalisasi yang tinggi.
Head of Capital Markets & Investment Services, Colliers Indonesia, Steve Atherton mengatakan kondisi tersebut memberikan sentimen negatif dan berakibat pada perubahan praktik investasi asing yang lebih konservatif.
"Pengembang asing dan pendanaan properti yang tertarik berinvestasi di pasar berkembang, seperti Indonesia, akan memprioritaskan peluang pada sektor dengan risiko lebih rendah yang menawarkan keuntungan yang tinggi," kata Steve, dikutip Selasa (20/6/2023).
Menurutnya, pasar modal global saling berhubungan dan menimbulkan sentimen yang berdampak menyeluruh. Pelemahan ini sedikit banyak mempengaruhi kondisi pasar properti di Tanah Air.
Kinerja di sektor perkantoran dan apartemen mash terpuruk, investor mengadopsi pendekatan yang sangat konservatif. Dalam hal ini, investor dinilai semakin selektif memilih proyek yang terjamin dan menjanjikan.
Baca Juga
Adapun, untuk kinerja di sektor ritel dan perhotelan mulai terungkit dengan transaksi yang beragam. Sebab, investor tertarik untuk mencari mitra yang kuat dengan penawaran harga yang adil untuk transaksi bersama.
Sementara itu, sektor data center dan pusat logistik dinilai masih tergolong sehat meskipun terjadi perlambatan. Pemain global membatasi peluang pengembangan di Indonesia.
Kondisi ini juga dipicu perlambatan bisnis e-commerce. Namun, ada proyeksi pertumbuhan yang positif di sejumlah wilayah dengan biaya tanah yang meningkat 9-10 persen.
Di sisi lain, sektor rumah tapak menjadi segmen properti paling kuat saat ini. Pengembang asing dan dana ekuitas swasta menunjukkan minat yang besar untuk proyek rumah tapak.
"Permintaan lokal untuk perumahan tetap tangguh, khususnya di Jabodetabek dengan kisaran harga antara Rp400 juta hingga Rp2 miliar," tandasnya.