Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilirisasi, Mungkinkah Indonesia Jadi Megahub Logam Dunia?

Indonesia akan semakin matang dalam hilirisasi mengedepankan mitigasi risiko dan prinsip ESG. Setidaknya, kesempatan menjadi megahub mineral di dunia itu ada.
Salah satu pabrik pengolahan baja di Kawasan Industri Morowali/imip.co.id
Salah satu pabrik pengolahan baja di Kawasan Industri Morowali/imip.co.id

Tantangan Teknis

Sunil menekankan pentingnya mengembangkan tambang terintegrasi secara end-to-end dengan mengedepankan aspek keberlanjutan, terutama meminimalisir jejak karbonnya.

"Saya bekerja dengan perusahaan yang memiliki filosofi mengintegrasikan operasinya end-to-end, dari eksplorasi, penambangan, ke pengambilan manfaat, ke peleburan, ke membuat produk hasil penghiliran. Dari pengalaman ini bisa dibentuk nilai tinggi melalui integrasi operasi, dengan integrasi juga membuat tetap relevan dalam siklus pertambangan," tuturnya.

TANTANGAN TEKNIS
Dia menilai setidaknya ada sejumlah tantangan secara teknis demi mencapai Indonesia sebagai megahub ini. Faktor keselamatan menjadi sangat penting. Apalagi, jenis bahaya dari aktivitas tambang dan peleburan berbeda.

Keselamatan, lanjutnya, seperti melakukan kebiasaan yang benar, berulang, dan konsisten setiap setiap hari. Kemudian, menyadari keselamatan adalah tanggung jawab saya sendiri, budayanya harus dibentuk. Apalagi, sejumlah insiden sudah terjadi di fasilitas smelter di Indonesia.

"Selain itu, smelter juga ada residu, risidunya berbeda dengan tambang yang ada overburden, bisa masuk ke tanah dan mengkontaminasi air tanah seperti arsenik dan merkuri," tuturnya.

Peran regulator penting di sini. Kementerian ESDM mesti hati-hati membuat regulasi, memastikan arus proses yang diadopsi industri tidak menghasilkan residu yang membahayakan. Tingkat akseptansi residunya juga mesti menggunakan standar global, karena lebih bersih residu, logamnya lebih dapat diterima secara global barangnya.

"Kita berada di generasi zero waste, clean dumping, dan recycling industry. Praktik global mesti dilakukan jika menginginkan ada kesempatan bagi logam-logam ini bersaing di pasar global dan penghiliran menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi," tambahnya.

Mining & Metals Lead dss+ Indonesia Alfonsius Ariawan mengungkapkan bagi perusahaan dengan operasi inti di bidang pertambangan, penambahan fasilitas peleburan merupakan perubahan besar. Ada sekitar sekitar 30% smelter di Indonesia yang menjadi bagian dari ini.

Transisi ini memerlukan perombakan model operasional dan bisnis. Identifikasi dini dan penyelesaian tantangan yang efektif sangat penting untuk menghindari penundaan waktu pemasaran dan memastikan realisasi nilai penuh. Perusahaan-perusahaan yang berhasil melakukan perombakan ini akan memiliki posisi yang lebih baik untuk meraih peluang lebih lanjut di industri hilir.

Setidaknya, terdapat lima tantangan utama bagi operator pertambangan terintegrasi di Indonesia. Pertama, proses commisioning yang lebih kompleks. Operasi smelter secara signifikan lebih kompleks dibandingkan pemrosesan bijih standar karena kondisi operasi yang ketat, kualitas bahan baku yang diperlukan, dan pengelolaan logam cair untuk keselamatan dan efisiensi.

Dengan begitu, membutuhkan penggunaan teknologi impor, tenaga kerja terampil, transfer pengetahuan yang ekstensif, dan pelatihan berkelanjutan. Selain itu, pasokan listrik yang andal dan manajemen energi yang efektif sangat penting untuk mendukung sifat peleburan yang intensif energi dan memastikan keberhasilan proses peleburan.

"Commisioning smelter itu agak rumit, tidak mudah. Kalau ada suplai listrik terhambat, itu memanaskan tangkinya lama, sehingga menghambat proses kerja. Dahulu di pertambangan dia tidak pernah memikirkan isu itu," tuturnya.

Kedua, profil risiko operasional yang lebih luas. Risiko operasional di pertambangan biasanya terkait dengan aktivitas dan peralatan. Penambahan pabrik peleburan menimbulkan risiko proses yang kompleks. Misalnya, pecahnya tungku dapat menyebabkan kerusakan besar, termasuk banyak korban jiwa dan gangguan operasional yang signifikan. Mengingat potensi konsekuensinya yang parah, dan meskipun frekuensinya rendah, pengelolaan risiko-risiko baru ini memerlukan protokol keselamatan yang ketat dan pengawasan yang cermat.

Ketiga, terbatasnya pasokan tenaga kerja terampil. Dengan meningkatnya kompleksitas yang diakibatkan oleh diperkenalkannya operasi peleburan, terdapat peningkatan kebutuhan akan personel operasional yang memiliki keterampilan dan pendidikan untuk mengelola fasilitas ini.

Keempat, mengintegrasikan operasi peleburan dengan penambangan. Pengenalan operasi peleburan ke dalam aktivitas pertambangan yang ada memperkenalkan titik integrasi penting yang berdampak pada keseluruhan rantai nilai.

Kelima, dampak keberlanjutan yang lebih besar menjadi tantangan yang penting dijawab solusinya. Operasi smelter yang memakan banyak energi tidak hanya menghasilkan emisi yang lebih tinggi, juga memerlukan strategi pengelolaan dan pemantauan energi yang komprehensif.

Selain pelaporan keberlanjutan rutin, operator mungkin juga menghadapi pajak lingkungan dan mandat pengurangan emisi yang ketat. Selain itu, peningkatan penggunaan dan variasi bahan mentah, bahan tambahan, produk sampingan, dan limbah pengolahan berkontribusi terhadap kompleksitas operasional, sehingga semakin memperparah tantangan praktik berkelanjutan.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper