Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) membantah telah menyebarkan surat yang menyatakan bahwa DJP akan bisa mengakses data transaksi rekening dan kartu kredit wajib pajak setelah pengaplikasian Core Tax Administration System (CTAS). Surat itu pun dipastikan palsu atau hoaks.
Melalui akun media sosial X pada Senin (2/9/2024), DJP menyatakan tidak pernah menerbitkan surat terkait Core Tax. Dalam surat hoaks tersebut, disebutkan bahwa aplikasi Core Tax akan mulai dijalankan pada 1 Januari 2025.
Ketika sudah dijalankan, data rekening bank akan terlihat—tidak hanya saldonya tetapi juga mutasi. Bahkan, disebut segala jenis transaksi yang menggunakan KTP maupun NPWP di bidang perbankan dan atau administrasi akan terekam di Kantor Pajak.
Kendati demikian, DJP menampik kebenaran dari berbagai informasi yang tertera dalam surat tersebut. DJP menyatakan tidak berhak mengetahui data rekening wajib individu.
"Data mutasi rekening dan/atau kartu kredit adalah data yg bersifat pribadi/milik pemilik rekening dan/atau kartu kredit. DJP tidak memiliki sistem yg dapat mengakses data rekening dan kartu kredit," tertulis dalam cuitan akun X DJP, @DitjenPajakRI.
DJP meminta agar masyarakat tidak terprovokasi terkait berbagai informasi yang belum terverifikasi. Jika perlu melakukan konfirmasi, DJP mendorong agar hubungi kantor pajak terdekat atau melalui 1500200.
Baca Juga
HOAKS MENGATASNAMAKAN DJP#KawanPajak terdapat penyebaran Hoaks mengatasnamakan DJP, mohon agar #KawanPajak melakukan cek dan ricek terkait informasi yang beredar, ya.
— #PajakKitaUntukKita (@DitjenPajakRI) September 2, 2024
- Utas - pic.twitter.com/sah6XKn92H
Apa Itu Core Tax System Pajak?
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa core tax adalah reformasi sistem teknologi informasi serta manajemen data dan proses bisnis. Setidaknya, terdapat sembilan tujuan dari implementasi core tax sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018.
"[Pertama], melakukan otomasi dan digitalisasi layanan administrasi perpajakan dari mulai pendaftaran, ekstensifikasi, pembayaran, pelaporan, layanan wajib pajak, data pihak ketiga, pertukaran informasi," tulis Sri Mulyani dalam unggahan Instagram @smindrawati, Kamis (1/8/2024).
Tujuan kedua, meningkatkan data analytics berupa kepatuhan wajib pajak berbasis risiko, business intelligence, pengelolaan akun wajib pajak terdiri dari 3 modul, yaitu revenue accounting system, taxpayer profile, dan potential revenue monitoring.
Ketiga, menciptakan transparansi akun wajib pajak dengan kemampuan melihat seluruh transaksi untuk mempermudah pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.
Keempat, perbaikan layanan perpajakan yang cepat, dapat diakses dari berbagai saluran dan dapat dimonitor secara real-time oleh wajib pajak.
Kelima, pengawasan dan penegakan hukum yang lebih berkeadilan bagi Wajib Pajak. Keenam, menyediakan data yang lebih kredibel (valid dan terintegrasi) dan memperluas jaringan integrasi data pihak ketiga.
Ketujuh, menciptakan knowledge management for better decision dan menjadikan DJP sebagai data and knowledge driven organization. Terakhir, laporan keuangan DJP yang hati-hati dan akuntabel (Revenue Accounting System).