Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Solikin M. Juhro

Kepala Bank Indonesia Institute

Solikin M. Juhro adalah Rektor Bank Indonesia Institute dan Sekretaris Umum ISEI. Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ini meraih gelar master dari University of Michigan dan University of Maryland, kemudian meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia.

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Instrumen KLM, Katalis Pertumbuhan Berkualitas

Satu hal yang belum banyak dipahami secara luas adalah peran sistem keuangan dalam mendukung pemerataan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Siluet warga beraktivitas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Siluet warga beraktivitas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Sistem keuangan memiliki peran krusial dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial. Namun, sistem keuangan adalah institusi yang rapuh dan dalam beberapa tahun terakhir menghadapi turbulensi yang seolah tiada ujung.

Kondisi ini menuntut regulator melakukan berbagai inovasi dan intervensi kebijakan untuk menjamin sistem keuangan tetap mampu menjalankan perannya menyokong roda pembangunan ekonomi secara berkelanjutan.

Satu hal yang belum banyak dipahami secara luas adalah peran sistem keuangan dalam mendukung pemerataan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Dalam konteks ini, Bank Indonesia (BI) memiliki instrumen kebijakan yang inovatif, yaitu Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), yang ditujukan untuk meningkatkan likuiditas perbankan dan mengakselerasi pembiayaan pembangunan. KLM adalah insentif yang diberikan oleh BI kepada bank-bank, melalui pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) yang harus dipenuhi bank, untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan ke sektor-sektor prioritas pembangunan.

Dengan demikian, KLM berperan sebagai katalis yang mendorong perbankan untuk lebih proaktif menyalurkan pembiayaan secara meluas. “Efek distributif” KLM tersebut dimungkinkan oleh fitur KLM yang targeted dan flexibel sehingga dapat diadaptasi sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Fitur ini berbeda dari instrumen kebijakan moneter yang umumnya bersifat broad-based, misalnya perubahan BI Rate berlaku seragam untuk semua pelaku ekonomi dan keuangan.

Keberadaan KLM sejatinya unik, karena belum ada bank sentral lain di dunia yang menerapkannya. Bank sentral di dunia umumnya menggunakan instrumen konvensional GWM untuk mengelola likuiditas. Dengan KLM, pengelolaan likuiditas dapat diarahkan kepada sektor-sektor tertentu (prioritas) yang memang perlu didorong kinerjanya, sehingga memberikan dukungan pada pemerataan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih berkualitas.

Ketika diperkenalkan pada 2022, KLM efektif mendorong pemulihan ekonomi akibat Pandemi Covid-19. Kala perbankan cenderung menahan penyaluran kredit, KLM menjadi katalis sekaligus panduan bagi bank untuk masuk ke sektor-sektor yang memiliki resiliensi tinggi saat pandemi. KLM juga mencegah pememaran (scarring) yang lebih parah bagi sektor yang rentan, seperti pariwisata, dengan menginsentif bank untuk tetap menyuplai kredit ke dunia usaha. Tanpa kontinuitas akses kredit di masa krisis, pemulihan sektor scarring berpotensi terhalang oleh biaya pemulihan yang besar dan kualitas aset fisik yang merosot tajam.

Sejalan dengan tantangan perekonomian, KLM pun mengalami penyempurnaan dan refocusing. Sampai saat ini, insentif KLM telah diperluas untuk mendorong pembiayaan ke sektor hilirisasi, pertanian, UMKM, dan sektor perumahan, sekaligus memperkuat sinergi kebijakan ekonomi nasional. Implikasinya, rampak gerak kebijakan nasional menjadi lebih harmonis dan selaras.

Ketika kebijakan ekonomi diprioritaskan untuk pengembangan sektor tertentu, dukungan sisi pembiayaan juga ikut diarahkan ke sektor dimaksud. Artinya, kebijakan nasional dapat diimplementasikan secara lebih optimal dan minim friksi; pemerintah dapat fokus pada penguatan sisi permintaan dari sektor riil, sementara BI—sesuai mandatnya—menstimulasi sisi suplai pembiayaan dari sistem keuangan.

KLM juga diperkuat untuk mendukung dekarbonisasi di tengah ancaman pemanasan global sekaligus realisasi komitmen Indonesia di kancah internasional dalam menjaga dan merawat bumi. Selain bentuk tanggung jawab moral terhadap lingkungan dan generasi di masa mendatang, perluasan KLM ke “sektor hijau” juga merupakan upaya konkret BI menjamin perekonomian Indonesia mulai bertransisi ke praktik yang lebih sadar lingkungan. KLM menjamin hal tersebut dengan menginsentif perbankan mengalokasikan pembiayaan ke sektor hijau sembari mengakumulasi portofolio “keuangan hijau.”

BI juga baru saja menambah insentif KLM sekitar Rp80 triliun pada awal April 2025. Dengan demikian, hingga pekan pertengahan April 2025, secara total BI telah menyalurkan insentif KLM Rp370 triliun. Angka ini tentunya cukup substansial.

Terlebih, dalam perpektif multiplier moneter, pemberian tambahan insentif KLM—yang artinya ada pengurangan GWM—akan menambah suplai uang beredar, sehingga “biang uang” Rp80 triliun tersebut dapat ditransaksikan menjadi dana ratusan triliun rupiah yang disalurkan oleh bank ke sektor riil, utamanya sektor yang menjadi target KLM.

KLM diharapkan mampu menyokong kesinambungan proses pemulihan ekonomi pascapandemi. Tidak hanya mendorong penciptaan lapangan kerja dan menjamin perluasan akses pembiayaan ke berbagai sektor dan kalangan, optimalisasi KLM pada gilirannya akan mendorong terjadinya pemerataan pembangunan melalui langkah afirmatif penentuan sektor usaha yang memperoleh insentif (prioritas), dan sekaligus mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Dengan demikian, KLM secara tidak langsung juga mendukung resiliensi dan daya saing ekonomi Indonesia menghadapi tantangan ke depan, termasuk imbas perang tarif global dan berbagai potensi goncangan lainnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper