Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perpanjangan 'Gencatan Senjata' Tarif AS-China Sulit Terwujud, Ini Sebabnya

Perang tarif antara Amerika Serikat dan China berisiko kembali dimulai setelah masa gencatan senjata penurunan pungutan selama 90 hari berakhir.
Ilustrasi bendera AS dengan label tarif./Reuters-Dado Ruvic
Ilustrasi bendera AS dengan label tarif./Reuters-Dado Ruvic

Bisnis.com, JAKARTA - Perang tarif antara Amerika Serikat dan China berisiko kembali dimulai setelah masa "gencatan senjata" penurunan tarif impor masing-masing negara selama 90 hari berakhir. 

Chief Economist DBS Group Research Taimur Baig menilai jeda penerapan tarif jumbo AS terhadap China merupakan hasil yang lebih baik di tengah situasi yang sangat negatif. 

Baig memaparkan, hubungan antara AS dan China saat ini sangat tidak stabil meski telah menyepakati penurunan tarif impor secara sementara. Dia pun memperkirakan jeda selama 90 hari tersebut tidak akan diperpanjang ataupun dipermanenkan. 

"Saya tidak melihat Presiden Donald Trump setuju untuk menurunkan tarif, di sektor-sektor tertentu. Jadi, saya tidak terlalu optimis tentang keringanan besar dalam perang dagang antara AS dan China setelah jeda berakhir," kata Baig dalam media briefing di Jakarta, Rabu (21/5/2025). 

Baig menjelaskan, AS tengah berupaya untuk menekan posisi China pada rantai pasok global melalui negosiasi tarif impor dengan negara-negara lain. Dia mengatakan, AS meminta negara-negara tersebut untuk bersikap keras terhadap China dari sisi perekonomian. 

Dia mencontohkan, kesepakatan dagang antara Inggris dan AS yang baru ditandatangani menetapkan bahwa Inggris akan menjauhkan China dari rantai pasokan mereka, khususnya terkait baja.

Baig pun memprediksi, AS akan melakukan hal serupa pada negara-negara lain. 

"Jadi China tidak hanya harus berurusan dengan tarif langsung dari AS, tetapi bagaimana AS menekan ekspor China ke seluruh dunia. Itu akan menyebabkan volatilitas yang lebih besar dalam hubungan China-AS," lanjut Baig. 

Baig melanjutkan, kondisi perang dagang memiliki dampak negatif bagi seluruh perekonomian dunia. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya volatilitas mulai dari pasar keuangan hingga investasi. 

Selain itu, dia menuturkan, negara-negara juga akan berupaya mencari keuntungan terhadap pihak lain. Hal tersebut akan turut meningkatkan ketidakpastian global 

"Tidak ada pemenang dalam perang dagang. Semua orang kalah," tambahnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper