Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia wajib membayar budget contributions atau iuran anggota apabila masuk ke Organisation for Economic Co-operation and Development alias OECD. Pemerintah perlu mengalokasikannya dalam APBN.
Pemerintah terus menjalankan proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota penuh OECD. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama jajarannya pergi ke Paris, menyerahkan memorandum sebagai bagian dari proses masuk OECD.
Dalam konferensi pers mengenai perkembangan proses aksesi tersebut, Airlangga turut menjelaskan soal iuran OECD. Menurutnya, iuran akan dihitung setelah Indonesia resmi menjadi anggota penuh OECD.
"Terkait dengan budget contributions nanti akan dihitung berdasarkan PDB [produk domestik bruto] dan populasi sesudah kita menjadi anggota penuh [OECD]," ujar Airlangga pada Rabu (4/6/2025) malam.
Menurutnya, perhitungan iuran OECD atau budget contributions akan mengacu pada dua aspek, yakni kapasitas perekonomian suatu negara dan jumlah populasi penduduk. Kapasitas ekonomi itu mengacu pada nilai PDB.
Indonesia masih dalam proses untuk menjadi anggota OECD dan pemerintah memperkirakan prosesnya membutuhkan waktu sekitar empat tahun. Artinya, acuan PDB dan jumlah penduduk yang akan digunakan adalah empat tahun ke depan atau ketika Indonesia resmi menjadi anggota OECD, bukan angka PDB saat ini.
Baca Juga
OECD menetapkan bahwa negara anggota harus membayar iuran dalam dua bagian, yakni Part I Budget dan Part II Budget. Pada 2025, besaran bagian Part I Budget adalah 235 juta euro dan Part II Budget adalah 126,1 juta euro.
Secara total, iuran itu mencapai 361,1 juta atau sekitar Rp6,7 triliun (asumsi kurs JISDOR Rp18.659 per euro).
Adapun, Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia telah menyerahkan inisial memorandum sebagai bagian dari tahapan penting menuju keanggotaan organisasi negara-negara maju tersebut.
"Atas arahan Bapak Presiden Prabowo Subianto, Indonesia secara aktif bergabung dalam berbagai kesepakatan, serta organisasi internasional strategis, antara lain kita sudah menjadi anggota penuh dari BRICS, sedang berproses dalam aksekusi Comprehensive Partnership TPP, CPTPP, dan OECD, yang ini merupakan sebuah kumpulan ekonomi negara-negara maju," ujar Airlangga.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa kunjungan kerja ke Paris memiliki agenda utama untuk menyerahkan dokumen inisial memorandum di forum tingkat Menteri OECD yang akan digelar pada 2025.
Di sela pertemuan tersebut, delegasi Indonesia juga membahas reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam forum Informal WTO Trade Minister Gathering, serta melakukan pertemuan dengan Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala.
“Sesuai dengan arahan dan penugasan Bapak Presiden, kunjungan kerja ke Paris ini dengan agenda utama, yang pertama tentu menyerahkan inisial memorandum sebagai persyaratan untuk Indonesia masuk dalam aksesi OECD di pertemuan tingkat Menteri di Dewan OECD pada tahun 2025,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Airlangga juga menyampaikan bahwa Indonesia melakukan pertemuan bilateral dengan berbagai negara mitra seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, Swiss, Chile, dan Sekretaris Jenderal Asean.
Dia menyoroti pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) yang diwakili Duta Besar Jameson Greer, guna membahas kelanjutan kebijakan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Terkait dengan dokumen inisial memorandum, Airlangga mengungkapkan bahwa prosesnya dimulai sejak surat intensi Presiden RI dikirimkan kepada Sekjen OECD pada 2023. Kemudian, roadmap aksesi disetujui pada 29 Maret 2024, yang menjadi dasar pembentukan Tim Nasional Aksesi OECD.
“Kemudian Indonesia membentuk tim nasional untuk aksesi dengan inisial memorandum itu disiapkan satu tahun sesudah kita mendapatkan roadmap dan ada 25 kebijakan yang terbagi menjadi 32 PAP yang tentunya merupakan self-assessment,” ujarnya.
Dokumen tersebut resmi diserahkan pada 3 Juni 2025 kepada Sekretaris Jenderal OECD dalam pertemuan tingkat Menteri. Airlangga menyebut bahwa Indonesia kini menjadi negara Asia Tenggara pertama yang berhasil menyelesaikan dan menyerahkan inisial memorandum untuk proses aksesi OECD.