Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Inti Jepang Sentuh Level Tertinggi dalam 2 Tahun, Harga Beras Melejit 102%

Indeks harga konsumen (IHK) inti Jepang, tidak termasuk harga makanan segar, naik 3,7% secara year on year (yoy) pada Mei 2025.
Jepang menerapkan aturan yang lebih ketat untuk perusahaan-perusahaan agar memberikan perlindungan yang lebih baik bagi karyawan setelah meningkatnya angka cedera yang terkait dengan suhu ekstrem./ Bloomberg - Soichiro Koriyama
Jepang menerapkan aturan yang lebih ketat untuk perusahaan-perusahaan agar memberikan perlindungan yang lebih baik bagi karyawan setelah meningkatnya angka cedera yang terkait dengan suhu ekstrem./ Bloomberg - Soichiro Koriyama

Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi inti Jepang kembali meningkat lebih cepat dari perkiraan dan menyentuh level tertinggi dalam dua tahun terakhir, menjelang pemilu musim panas dan saat Bank of Japan (BOJ) terus mencermati arah laju harga di tengah tekanan eksternal.

Berdasarkan laporan Kementerian Dalam Negeri Jepang pada Jumat (20/6/2025), indeks harga konsumen (IHK) inti — tidak termasuk harga makanan segar — naik 3,7% secara year on year (yoy) pada Mei 2025. Catatan tersebut melanjutkan tren kenaikan  selama tiga bulan berturut-turut dan menjadi laju tercepat sejak Januari 2023. 

Angka tersebut juga melampaui proyeksi konsensus ekonom Bloomberg yang memperkirakan kenaikan sebesar 3,6%.

Kenaikan harga pangan menjadi pendorong utama inflasi, terutama lonjakan harga beras. Bahan pokok sekaligus komoditas yang sensitif secara politik itu tercatat melonjak hingga 102% dibandingkan tahun lalu. 

Sementara itu, harga jasa, indikator yang diawasi ketat oleh BOJ, juga meningkat 1,4% secara tahunan, naik dari 1,3% pada April.

Data inflasi tersebut dirilis di tengah meningkatnya tekanan terhadap pemerintahan minoritas Perdana Menteri Shigeru Ishiba, yang harus menghadapi pemilu majelis tinggi pada 20 Juli mendatang. 

Isu kenaikan biaya hidup diprediksi menjadi tema utama kampanye, setelah koalisi berkuasa mengalami kekalahan elektoral terbesar sejak 2009 pada pemilu sebelumnya.

Taro Saito, Kepala Riset Ekonomi NLI Research Institute mengatakan, inflasi di Jepang cukup kuat, terutama didorong oleh biaya makanan. Kenaikan harga beras bahkan berdampak pada produk terkait lainnya.

"Data hari ini memperkuat ekspektasi bahwa inflasi akan menjadi isu utama dalam pemilu mendatang," katanya.

Sebagai respons, Ishiba menjanjikan bantuan tunai langsung ke rumah tangga, sementara oposisi mendesak pemangkasan pajak konsumsi untuk pertama kalinya dalam sejarah Jepang. 

Pemerintah juga telah meluncurkan berbagai langkah untuk meredam lonjakan harga beras demi meredakan keresahan publik, yang sempat menyeret popularitas Ishiba ke titik terendah dalam jajak pendapat media lokal.

Dari sisi kebijakan moneter, tekanan inflasi turut mendukung prospek kenaikan suku bunga BOJ, meskipun bank sentral masih bersikap hati-hati sambil menanti kejelasan dampak kebijakan tarif dari AS terhadap perekonomian global.

Inflasi Jepang kini menjadi yang tercepat di antara negara-negara anggota G7 dan telah bertahan di atas target BOJ sebesar 2% selama lebih dari tiga tahun terakhir. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga telah mendorong lonjakan harga minyak mentah, yang secara historis sangat memengaruhi inflasi Jepang.

Meski demikian, BOJ tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 0,5% — yang terendah di antara negara-negara maju — seraya menyatakan bahwa tren harga inti saat ini belum sepenuhnya mendekati target 2% secara berkelanjutan.

Berdasarkan data Teikoku Databank, sejumlah perusahaan makanan besar Jepang akan menaikkan harga pada tiga kali lebih banyak produk bulan ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Beberapa perusahaan besar seperti Lotte Co. dan Meiji Co. telah mengumumkan penyesuaian harga akibat lonjakan biaya produksi.

Gubernur BOJ Kazuo Ueda menyatakan pihaknya akan memantau secara cermat dampak kenaikan harga pangan dan energi terhadap ekspektasi inflasi, menyusul keputusan bank sentral yang kembali menahan suku bunga pada pertemuan awal pekan ini.

Ueda juga menekankan bahwa belum ada urgensi untuk menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, dengan fokus utama masih pada pembacaan data konkret terkait dampak kebijakan dagang AS.

Sementara itu, BOJ memproyeksikan tekanan harga dari barang impor dan kenaikan harga beras akan mulai mereda dalam beberapa bulan ke depan. Para pembuat kebijakan akan menunggu konfirmasi dari indikator inflasi yang lebih mendasar, seperti ekspektasi harga jangka panjang.

Saito menuturkan, data inflasi ini tidak akan banyak mengubah arah kebijakan BOJ, karena fokus mereka kini tertuju pada dampak dari langkah perdagangan AS.

“Karena faktor teknis dan intervensi pemerintah, saya memperkirakan inflasi inti (CPI) akan mencapai puncaknya dan mulai melandai. Pada Juli atau Agustus, kemungkinan besar akan kembali di bawah 3%," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper