Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan ekonom pesimistis pemerintah mampu merealisasikan target ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) tahun ini yang dipatok sekitar 25 persen lebih tinggi dari 2021, yakni US$14 miliar.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan target tersebut berat karena sejumlah kendala, baik yang berasal dari domestik maupun negara-negara yang menjadi tujuan ekspor.
"Target ekspor tahun ini berat. Sebab, pelaku ekspor TPT berada dalam tekanan, baik dari sisi biaya produksi dan permintaan," kata Faisal kepada Bisnis, Minggu (14/8/2022).
Dia menambahkan, negara-negara mitra dagang utama produk TPT RI seperti Amerika Serikat (AS) dan China sama-sama sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Selain AS yang secara teknis mengalami resesi setelah dua kuartal berturut-turut dilanda inflasi ekonomi, China juga mengalami perlambatan ekonomi.
Pada kuartal II/2022, perekonomian Negeri Tirai Bambu hanya mampu tumbuh 0,4 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut tercatat sebagai yang paling buruk sejak kuartal pertama 2020 silam.
"Artinya, permintaan dari pasar ekspor utama melemah. Sementara itu, RI juga masih harus berkompetisi dengan negara eksportir TPT lainnya sehingga tidak mudah untuk menekan harga," ujar Faisal.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah menargetkan realisasi ekspor TPT nasional tahun ini mencapai kisaran US$13 miliar - US$14 miliar.
Target tersebut sekitar 25 persen lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi 2021. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut realisasi ekspor TPT 2021 senilai US$10,5 miliar.
Berbeda dari kalangan ekonom, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita optimistis target tersebut terealisasi terutama karena didorong oleh beberapa faktor yang dinilai cukup berefek signifikan.
"Di antaranya, pertumbuhan pesat penjualan melalui platform e-commerce serta kesadaran konsumen soal prinsip keberlanjutan pada proses produksi tekstil," kata Agus.
Menurutnya, penerapan prinsip bisnis berkelanjutan tersebut sangat mungkin seiring dengan adanya komitmen penurunan karbon dan konsumsi air dalam proses produksi TPT oleh industri.
Sementara itu, dari sisi komoditas, prinsip keberlanjutan juga didorong oleh penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan serta penerapan prinsip circular economy.
Agus menambahkan paradigma ekonomi Making Indonesia 4.0 bakal mendorong transformasi di industri tekstil agar bisa lebih berdaya saing dan berinovasi tinggi sehingga dapat menjawab permintaan pasar global.