Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) mengaku lega atas kebijakan yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% tahun depan hanya berlaku untuk barang/jasa dengan kategori mewah.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, kebijakan tersebut tidak akan membebani rantai nilai produksi industri karena hanya akan dikenakan pada produk akhir, bukan bahan baku maupun bahan intermediate.
"Saya kira keputusan pemerintah ini sudah tepat karena yang ditarget adalah barang mewah," kata Redma kepada Bisnis, Senin (9/12/2024).
Dia meyakini PPN 12% hanya untuk barang mewah tidak menjadi beban biaya produksi di industri manufaktur. Menurut dia, yang terkena imbas dari kebijakan tersebut yakni daya beli kelas menengah ke atas meskipun hanya naik 1%.
Sebelumnya, kebijakan PPN 12% yang dikenakan pada seluruh rantai pasok dikhawatirkan berimbas pada beban arus kas karena produsen harus menyediakan tambahan modal untuk cashflow berupa beban bunga akibat pengkreditan PPN.
"Kalau PPN terkena di rantai nilai, PPN 12%, hitungan pajak final di konsumennya bisa sekitar 21%," tuturnya.
Baca Juga
Kendati demikian, Redma menilai dampak kenaikan PPN untuk barang mewah juga akan dikritisi oleh sektor transportasi, termasuk logistik. Dia berharap pemerintah mempertimbangkan dampak yang akan memicu kenaikan ongkos logistik.
"Ini baiknya menjadi note pemerintah agar dilakukan cost efisisensi di sektor logistik," terangnya.
Di sisi lain, APSyFI lebih mendesak pemerintah untuk membereskan impor dan perdagangan barang-barang ilegal. Menurut dia, pengentasan barang impor ilegal merupakan hal utama untuk mengembalikan kondisi industri manufaktur.
"Sekaligus menaikan pendapatan pajak pemerintah tanpa membebani industri dan konsumen," pungkasnya.