Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Sarung Tangan Karet Sebut HGBT Dongkrak Kinerja Ekspor

Industri sarung tangan karet berharap pemerintah segera memberi kepastian terkait kelanjutan harga gas bumi tertentu (HGBT).
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesian Rubber Glove Manufacturers Association (IRGMA) mencatat kenaikan ekspor produk sarung tangan karet lokal hingga mencapai 39% menjadi 30,9 juta kg sepanjang kuartal III/2024. Kinerja ekspor didukung kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT).

Kendati demikian, berdasarkan harga yang berlaku yakni US$6 per million British thermal unit (MMBtu) lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi itu telah berakhir pada 31 Desember 2024. 

Ketua Umum IRGMA Rudhy Ramadhan mengatakan, kebijakan harga gas murah untuk industri penting untuk meningkatkan daya saing industri, penyerapan tenaga kerja hingga mendongkrak kinerja ekspor. 

“Pada akhir tahun 2024 industri sarung tangan karet mulai menunjukkan kenaikan kinerja ekspor sebesar 39,2% terhadap Januari-September 2023 menjadi 30.902.590 kg,” ujar Rudhy kepada Bisnis, Senin (6/1/2025). 

Dia menegaskan, subsidi energi tersebut memiliki dampak positif dalam meningkatkan daya saing industri dan mengurangi biaya produksi. Kondisi ini ditunjukkan pada masa pandemi Covid-19 industri sarung tangan karet mampu menopang kebutuhan industri alat kesehatan dalam penanganan pandemi dalam negeri maupun ekspor. 

“Tentu hal ini berimbas pada peningkatan penyerapan tenaga kerja,” imbunya. 

Namun, pascaCovid-19 pada akhir 2024, industri sarung tangan karet mengalami penurunan produksi akibat penurunan permintaan pasar dan harga komoditas karet yang terus menurun. 

Terlebih, terdapat penurunan kuota gas dan harga sangat mahal baik untuk wilayah Sumatra maupun di Jawa Barat hingga saat ini. Namun, dengan adanya kondisi tersebut, industri sarung tangan karet disebut tetap mampu mempertahankan tenaga kerja dengan kondisi yang cukup berat. 

“Program HGBT yang saat ini masih dalam proses evaluasi di Dirjen Migas, kajian evaluasi yang berlarut-larut membuat industri menjadi tidak kondusif karena energi gas bumi akan menjadi lebih mahal,” jelasnya.

Dia mencontohkan, di wilayah Sumatra, harga gas telah mencapai US$18 per MMBtu karena gas yang dipakai adalah 100% dari LNG. Di sisi lain, di wilayah Jawa bagian barat, penggunaan gas untuk industri 60% gas pipa dengan harga US$9,16 per MMBtu dan 40% LNG dengan harga US$16,77 per MMBtu dengan volume dibatasi 45% dari kontrak. 

“Apabila kebijakan HGBT ini tidak dilanjutkan sangat membebani industri dalam segi biaya energi dan berdampak pada daya saing industri. Hal tersebut membuat ketidakpastian industri sarung tangan dalam mendapatkan kebijakan HGBT,” jelasnya. 

Padahal, menurut dia, industri sarung tangan karet merupakan produk hasil olahan bahan baku lateks menjadi sarung tangan karet yang sejalan dengan program prioritas Presiden Prabowo di sektor industri agro dalam program hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam. 

Industri ini menciptakan nilai tambah produk dan tidak hanya berefek dalam segi ekonomi, tetapi juga segi sosial dan kesehatan.

“Kami telah bersurat ke Presiden, Kementerian terkait maupun ke Kementerian pembina sektor agar HGBT untuk industri sarung tangan karet dapat dilanjutkan,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper