Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daftar 10 'Beban' Tambahan Mulai 2025: PPN 12%, BPJS, hingga Tapera

Setidaknya terdapat 10 aspek yang berpotensi menambah beban pengeluaran masyarakat pada 2025, dari kenaikan PPN jadi 12%, asuransi TPL wajib, hingga UKT naik.
Annasa Rizki Kamalina, Surya Dua Artha Simanjuntak
Selasa, 19 November 2024 | 11:25
Pekerja berjalan di sekitaran gedung Balai Kota DKI Jakarta. / Bisnis
Pekerja berjalan di sekitaran gedung Balai Kota DKI Jakarta. / Bisnis

Pengurangan Subsidi, hingga Asuransi dan Dana Pensiun Wajib

6. Asuransi Wajib TPL

Beberapa waktu lalu, pemerintah menyatakan sedang menyiapkan aturan yang mengatur program asuransi wajib third party liability (TPL) bagi pemilik kendaraan agar bisa diterapkan pada tahun depan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyampaikan program asuransi wajib ini, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP).

PP tersebut akan menjadi payung hukum yang menjadi dasar pelaksanaan asuransi wajib tersebut, seperti ruang lingkup dan waktu efektif penyelenggaraan program. Diketahui, UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengatur bahwa pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan.

Dalam UU P2SK dinyatakan bahwa setiap amanat UU P2SK, diikuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama 2 tahun sejak UU P2SK diundangkan.

UU P2SK diteken Presiden Jokowi pada 2023. Dengan demikian program asuransi wajib ini berlaku mulai 2025.

7. PPh UMKM

Insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM sebesar 0,5% akan berakhir pada akhir 2024. Artinya, tarif normal akan mulai berlaku pada Tahun Pajak 2025.

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Di mana jangka waktu tertentu pengenaan PPh final 0,5%, paling lama tujuh tahun masa pajak bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi (OP) UMKM terdaftar. Artinya, bagi WP yang terdaftar sejak 2018, akan mulai menggunakan tarif normal pada 2025.

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo menyampaikan pihaknya akan gencar melakukan sosialisasi pengunaan skema normal bagi WP OP UMKM. Dia menjelaskan, Tahun Pajak 2025 dan seterusnya dapat menggunakan Norma Penghitungan (jika memenuhi syarat dan omset belum melebihi Rp4,8 miliar) atau menggunakan tarif normal dan menyelenggarakan pembukuan jika omzet di atas Rp4,8 miliar.

8. Subsidi KRL Berbasis NIK

Pemerintah juga ingin menetapkan subsidi tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) pada tahun depan. Rencana perubahan skema subsidi KRL itu tercantum dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025

Subsidi KRL menjadi bagian dari subsidi untuk kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO). Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan subsidi PSO kepada sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki fungsi layanan publik, salah satunya PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku dirinya akan tetap mendukung kebijakan apapun yang diambil atau diputuskan pemerintah terkait subsidi ataupun penugasan Public Service Obligation (PSO). Namun hingga saat ini, sambungnya, belum ada koordinasi terkait subsidi tarif KRL tersebut.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan bahwa tarif KRL Jabodetabek tidak akan berubah dalam waktu dekat. Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal mengatakan bahwa skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan sehingga belum akan ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek.

Meskipun demikian, Risal menyampaikan bahwa rencana tersebut merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran.

9. Pembatasan Subsidi BBM

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyusun skema baru penyaluran subsidi energi agar lebih tepat sasaran. Saat ini, sambungnya, ada tiga opsi skema penyaluran BBM subsidi.

Pertama, penyaluran secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Dengan konsep ini, maka BBM akan dipasarkan di harga pasar. Masyarakat miskin akan membeli BBM dengan harga pasar ditambah uang BLT.

Kedua, skema subsidi BBM tetap berbentuk barang khusus transportasi umum dan fasilitas publik lainnya. Selain itu, sisanya lewat BLT. Artinya, transportasi umum akan mendapat harga khusus yang lebih murah, sedangkan masyarakat yang layak diberikan BLT.

Ketiga, skema kombinasi antara BLT dan subsidi terbuka seperti yang berlaku saat ini. Artinya, pada opsi kedua, harga BBM dinaikkan lebih tinggi, tetapi masih disubsidi yang kemudian kenaikkan harganya dikompensasi lewat BLT.

Kendati demikian, Bahlil belum bisa memastikan opsi mana yang bakal dipilih. Sebab, pihaknya harus melapor dahulu kepada Prabowo. Artinya, keputusan pengambilan opsi berada di tangan Prabowo.

10. Dana Pensiun Wajib

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengungkap pemerintah sedang menggodok program pensiun tambahan yang bersifat wajib.

OJK, sambungnya, masih menunggu peraturan pemerintah terkait dengan harmonisasi program pensiun, termasuk ketentuan batasan yang dikenakan maupun berapa persen potongan yang dikenakan dari pendapatan.

Ogi menjelaskan dalam Pasal 189 ayat (4) UU P2SK mengamanatkan bahwa pemerintah dapat untuk memiliki program pensiun yang bersifat tambahan yang wajib dengan kriteria-kriteria tertentu yang nanti akan diatur di dalam peraturan pemerintah.

Pemerintah pun, lanjut dia, akan mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya untuk peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Terlebih menurutnya dari hasil data yang ada, manfaat pensiun yang diterima oleh pensiunan itu relatif sangat kecil.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper