Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat menghadapi tekanan ganda dari defisit transaksi berjalan dan penurunan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) pada kuartal I/2025.
Kedua fenomena ini mencerminkan meningkatnya ketidakpastian ekonomi sebagai dampak dari kebijakan tarif tinggi yang diusung Presiden Donald Trump.
Berdasarkan laporan terbaru dari Biro Analisis Ekonomi (BEA) Departemen Perdagangan AS yang dikutip dari Reuters pada Rabu (25/6/2025), defisit transaksi berjalan AS melonjak 44,3% menjadi US$450,2 miliar.
Angka tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah. Sementara itu, data kuartal IV/2024 direvisi naik menjadi US$312,0 miliar dari sebelumnya US$303,9 miliar.
Konsensus ekonom yang disurvei Reuters sebelumnya memperkirakan defisit akan melebar menjadi US$443,3 miliar.
Defisit itu kini setara dengan 6,0% terhadap produk domestik bruto (PDB) AS, naik dari 4,2% pada kuartal sebelumnya dan menjadi yang tertinggi sejak kuartal III/2006 ketika rasio defisit mencapai 6,3%.
Baca Juga
Lonjakan defisit ini dipicu oleh meningkatnya impor barang, khususnya emas nonmoneter dan produk medis, seiring pelaku usaha berupaya mendahului penerapan tarif baru yang dirancang Trump terhadap barang-barang impor.
Impor barang naik US$158,2 miliar menjadi rekor US$1 triliun, sementara ekspor barang hanya naik US$21,1 miliar menjadi US$539 miliar. Ekspor jasa dan pendapatan primer bahkan mengalami penurunan.
Selanjutnya, ekspor barang meningkat US$21,1 miliar menjadi US$539,0 miliar—tertinggi sejak kuartal III/2022—didukung oleh ekspor barang modal seperti pesawat sipil serta aksesori dan suku cadang komputer.
Namun, ekspor jasa menurun US$4,4 miliar menjadi US$293,2 miliar akibat penurunan pengiriman jasa pemerintah (seperti militer) serta perjalanan pribadi dan jasa konsultan manajemen profesional.
Defisit neraca perdagangan barang sendiri melebar menjadi rekor US$466,0 miliar dari US$328,9 miliar pada kuartal sebelumnya. Meski demikian, lonjakan impor telah mulai mereda. Pemerintah mencatat impor barang anjlok 19,9% secara bulanan pada April menjadi US$277,9 miliar—terbesar dalam sejarah.