Investasi Langsung Turun Tajam
Di sisi lain, arus masuk FDI ke AS turun tajam menjadi US$52,8 miliar dari US$79,9 miliar pada kuartal sebelumnya. Angka ini merupakan yang terendah sejak kuartal IV/2022, masa ketika ekonomi AS masih dibayangi inflasi pascapandemi. Sebagai perbandingan, nilai FDI kuartalan pascapandemi umumnya berada di atas US$61 miliar dan pernah mencapai puncak US$135 miliar pada kuartal III/2021.
Kombinasi defisit besar dan melemahnya arus investasi asing menimbulkan kekhawatiran di kalangan ekonom. Selain membebani nilai tukar dolar AS, tren ini juga dapat mengganggu pembiayaan eksternal AS yang selama ini sangat bergantung pada arus masuk investasi global.
Sejumlah ekonom memperingatkan bahwa ketidakpastian ekstrem akibat kebijakan tarif Trump bisa membuat perusahaan menunda keputusan investasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Trump, di sisi lain, tetap optimistis bahwa kebijakan tarifnya akan merangsang relokasi produksi kembali ke dalam negeri. Namun kenyataannya, data menunjukkan banyak pelaku usaha masih menunggu kepastian sebelum berkomitmen dalam investasi besar.
Meski demikian, beberapa analis menilai penurunan FDI ini bisa bersifat sementara. Sejumlah proyek besar yang belum tercatat dalam kuartal pertama diperkirakan akan mengerek kembali arus investasi dalam kuartal mendatang. Termasuk di antaranya akuisisi U.S. Steel oleh Nippon Steel senilai US$14,9 miliar, serta rencana investasi senilai US$21 miliar dari Hyundai Motor dan Hyundai Steel yang diumumkan bersama Trump pada April lalu di Gedung Putih.
Baca Juga
Paul Ashworth, Kepala Ekonom Amerika Utara di Capital Economics, menilai bahwa meski data FDI kuartalan fluktuatif karena faktor transaksional seperti merger dan akuisisi, tren jangka menengah tetap menunjukkan potensi pemulihan.
“Kalau pun ada arah tren, saya memperkirakan FDI justru akan meningkat seiring dimulainya proyek manufaktur baru dari produsen asing,” ujarnya.
Namun untuk saat ini, AS menghadapi peringatan serius: defisit eksternal membengkak, sementara daya tariknya terhadap modal asing melemah. Jika tidak segera ditangani dengan kebijakan yang stabil dan prediktif, kondisi ini bisa menekan fundamental ekonomi AS lebih jauh dalam beberapa tahun ke depan.